Beberapa Pelajaran Hidup dari Para Khulafa’ur-Rasyidin, dan Beberapa Takhrij Atsar dan Haditsnya (1)

Bismillah, walhamdulillah.
Stlh lama sy tak menulis d blog ini, baru kali inilah, sy masih diberi kesempatan oleh Allah ‘Azza wa Jalla (Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung) ‘tuk menulis sebuah kira2 bbrp nilai pelajaran hidup dari Khulafa’ur-Rasyidin yang empat, sbagaimana yg kita ketahui: Abubakr ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, ‘Utsman bin ‘Affan, dan ‘Ali bin Abi Thalib R.hum.

Baiklah, sy mulai dari yg Abubakr ash-Shiddiq terlebih dahulu:

Abubakr ash-Shiddiq RA
Abubakr Abdullah bin Abu Quhafah, seorang sahabat Nabi SAW, ayah dari Aisyah R.ha, beliau adalah khalifah pertama Islam, yakni: Khulafa’ur-Rasyidin. Dari atsar ini, nampak Abubakr mau menafsirkan ayat ini, yg pertama:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: `Tuhan kami ialah Allah` kemudian mereka ber-istiqamah d dlmny, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): `Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. (Fushshilat: 30)

dan yang kedua:
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ
[yaitu] Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.

حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ قَالَ: نا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ، قَالَ: أنا ابْنُ إِدْرِيسَ، قَالَ: أنا الشَّيْبَانِيُّ، عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي مُوسَى، عَنْ أَبِي الْأَسْوَدِ بْنِ هِلَالٍ الْمُحَارِبِيِّ، قَالَ: ” قَالَ أَبُو بَكْرٍ: {إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا} [فصلت: 30] فَلَمْ يَلْتَفِتُوا [ص: 60] إِلَى إِلَهٍ غَيْرِهِ، وَ: {الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا} [الأنعام: 82] إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ قَالَ: بِشِرْكٍ.
Tlh menceritakan kpd kami Abu Dawud, dia berkata, tlh menceritakan kpd Muhammad bin al-‘Ala’, dia berkata, tlh menceritakan kpd kami Ibnu Idris, dia berkata, tlh memberi berita kpd kami asy-Syaibaniy, dari Abubakr bin Abu Musa, dari Abul-Aswad bin Hilal al-Muharibiy, Abubakr (ash-Shiddiq) berkata, “(Sesungguhnya org2 yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah, kemudian ber-istiqamah d dlmnya…… [dst; QS Fushshilat: 30])” kemudian tdk menyekutukan kpd Tuhan slain Allah, dan “([yaitu] org2 yg beriman yg tdk mencampur-adukkan……. [dst; QS al-An’am:82])” iman mereka dgn kezaliman, ykni dgn: kesyirikan.”

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dlm “Az-Zuhd li Abu Dawud” (I/59); Ibnu Jarir ath-Thabari dlm “Tafsir”nya (7/168, dan 24/73); Hakim dlm “Mustadrak”-nya (2/440); dan Abu Nuaim al-Ashbahani dlm “Hilyatul-Auliya'” (1/30), dan kesemuanya dari jalur Abu Ishaq asy-Syaibani, dari Abubakr bin Abi Musa, dari Abul-Aswad bin Hilal al-Muharibiy, dari Abubakr ash-Shiddiq. Adalah as-Suyuthi menyebutkan atsar ini diriwayatkan pula dlm Ibnu Rahuyah (ykni dlm Musnad-nya), ‘Abd bin Humaid, Hakim, Tirmidzi, dan Ibnu Marduyah (5/339).

Sesungguhnya sy menengok daripada jalur ini, bhw penamaan Abu Ishaq asy-Syaibani ini mcm2, dan Alhamdulillah, atsar ini shahih. Yang menarik bagi diri sy pribadi, Abu Nuaim al-Ashbahani (1/30), mencampur atsar ini dgn matan yg lebih panjang, kurang lebih seperti ini:
قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ لِأَصْحَابِهِ: ” مَا تَقُولُونَ فِي هَاتَيْنِ الْآيَتَيْنِ: {إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُ وا} [فصلت: 30] , وَ {وَالَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ} ” قَالَ: قَالُوا: رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا , فَلَمْ يَدِينُوا , وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ بِخَطِيئَةٍ , قَالَ: ” لَقَدْ حَمَلْتُمُوهَا عَلَى غَيْرِ الْمَحْمَلِ , ثُمَّ قَالَ: قَالُوا: رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَمْ يَلْتَفِتُوا إِلَى إِلَهٍ غَيْرِهِ , وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِشِرْكٍ ”
Abubakr RA berkata kpd sahabat2nya, “Apa yg kalian katakan terhadap dua ayat ini, (“Sesungguhnya org2 yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah, kemudian ber-istiqamah d dlmnya…… [dst; QS Fushshilat: 30])”, dan “([yaitu] org2 yg beriman yg tdk mencampur-adukkan……. [dst; QS al-An’am:82])”, maka Abubakr berpendapat terhadap ayat itu, “Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka beristiqamah, kemudian tidak mendurhakakan (trhdap aturan Islam), dan tdk mencampur-adukkan iman mereka dgn kezaliman berupa dosa2 mereka, kemudian berkata lagi, “Sungguh mereka membawa iman mereka terhadap sesuatu yg tdk memberatkan (hisab mereka), dan mereka berkata lagi, ‘Tuhan kami adalah Allah, kemudian berisitiqamah d dlmnya, tiada mencampurkan iman mereka dlm Tuhan yg lain, dan tdk mencampurkan iman mereka pada kesyirikan.'”

Paling tdk, atsar Abu Nuaim ini menguatkan sebuah atsar Abu Dawud no.39, yg bisa dikatakan bersanad dha’if sbab d dalamnya Sa’id bin Nimran, dgn redaksi:
عَنِ ابْنِ نِمْرَانَ الْبَجَلِيِّ، قَالَ: قَرَأْتُ عِنْدَ أَبِي بَكْرٍ: {إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا} [فصلت: 30] قَالَ: هُمُ الَّذِينَ لَمْ يُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا
Dari Ibnu Nimran al-Bajaliy, dia berkata, “Sy membaca “(Sesungguhnya org2 yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah, kemudian ber-istiqamah d dlmnya…… [dst; QS Fushshilat: 30])” hadapan Abubakr, kemudian beliau berkata, “Mereka org2 yg tdk syirik kpd Allah dgn sesuatu apapun.”

Masalahnya ‘sih sepele aja. Cuma, Sa’id bin Nimran al-Bajaliy majhul, tak diketahui. Ibnul-Mubarak mengeluarkan dlm “Az-Zuhd” (no.110); Ibnu Jarir dlm “Tafsir”-nya (24/73), dan Ad-Daruquthni dlm “Al-‘Ilal” (1/273), moga2 dgn dua atsar d atas, naiklah atsar ini hasan.

Tengok hadits ini:
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ شَبَّه النُّمَيْرِيُّ، ثنا أَبُو أَحْمَدَ، ثنا سُفْيَانُ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ:
وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ، قَالَ: بِشِرْكٍ.
Tlh menceritakan kpd kami Umar bin Syabbah an-Namairiy, tlh menceritakan kpd kami Abu Ahmad, tlh menceritakan kpd kami Sufyan, dari al-A’masy, dari ‘Alqamah, dari Abdullah, dari Nabi SAW, beliau bersabda -stlh mengomentari “tdk mencampuri keimanan mereka”: dgn syirik.

(Ibnu Abi Hatim dlm “Tafsir” 4/1333; Surah al-An’am ayat 82, dan semoga atsar no.39 ini naik jadi hasan sanadnya.)

Tapi, beginilah faktanya. Sebagai manusia bertauhid, tak sepantasnya kita mencampur adukkan iman, entah dgn kesyirikan atau dgn kesalahan, juga dgn kezaliman. Lagipula, perilaku Abubakr ash-Shiddiq RA sebagaimana dlm satu atsar, beliau perilakunya seperti org tua, dan beliau memang dituakan dlm Suku Quraisy.

أَخْبَرَنَا أَبُو حَاتِمٍ قَالَ: أَخْبَرَنِي أَصْبَغُ بْنُ الْفَرَجِ، عَنِ ابْنِ وَهْبٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي ابْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ عُمَارَةَ بْنِ غَزِيَّةَ، قَالَ: ” سَأَلْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الْقَاسِمِ عَنِ اسْمِ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ، فَقَالَ: عَتِيقٌ، وَمُعْتِقٌ ”
Tlh mengabarkan kpd kami Abu Hatim, dia berkata, tlh mengabarkan kpd sy Ashbagh bin al-Faraj, dari Ibnu Wahb, dia berkata, tlh menceritakan kpd kami Ibnu Lahi’ah, dari ‘Ammarah bin Ghaziyyah, dia berkata, “Sy bertanya kpd Abdurrahman bin al-Qasim ttg nama Abubakr ash-Shiddiq, dia menjwb, “Dia sungguh (berperilaku seperti org) tua, dan dituakan (dlm Suku Quraisy).”

(Abu Hatim dlm “Az-Zuhd li Abu Hatim” no.103 -versi Shamela.ws; ath-Thabrani dlm “Mu’jam al-Kabir” (1/53); dan Abu Nu’aim dlm “Ma’rifatush-Shahabah” (1/23) dari jalur Ibnu Wahb, shahih, karena Ibnu Wahb mendgr dari Ibnu Lahi’ah sblm ikhtilath, atau ingatannya buruk. Maksud dituakan karena memang Abubakr adalah seorg berketurunan bangsawan d Suku Quraisy, dan beliau juga berkelakuan baik. D masa Jahiliyyah, tak pernah skalipun Abubakr minum arak dlm sebuah riwayat hadits. Oleh sbab itu, dia dikatakan sebagai org yg “(berperilaku seperti org) tua.”

Umar bin Khattab RA
(bersambung)

Selesai di Pontianaksch Residentie -d wktu pagi yg cerah, 18 Ramadahan 1435 H/17 Juli 2014 M.

Abdoellah Mahdi van de Venter.

Tinggalkan komentar