Jangan Malu Masuk Majelis Ilmu

Bismillah, Walhamdulillah. Sy sangat bersyukur kpd Allah yg masih memberi sy kesempatan, sehingga sy masih bisa mengkopi tulisan sahabat sy, Pak Muhammad Valdy. Ini dia. Intinya ‘sih ttg keharusan masuk Majelis Ilmu. Ini dia.

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ إِسْحَاقَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ أَنَّ أَبَا مُرَّةَ مَوْلَى عَقِيلِ بْنِ أَبِي طَالِبٍ أَخْبَرَهُ عَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَمَا هُوَ جَالِسٌ فِي الْمَسْجِدِ وَالنَّاسُ مَعَهُ إِذْ أَقْبَلَ ثَلَاثَةُ نَفَرٍ فَأَقْبَلَ اثْنَانِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَهَبَ وَاحِدٌ قَالَ فَوَقَفَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَرَأَى فُرْجَةً فِي الْحَلْقَةِ فَجَلَسَ فِيهَا وَأَمَّا الْآخَرُ فَجَلَسَ خَلْفَهُمْ وَأَمَّا الثَّالِثُ فَأَدْبَرَ ذَاهِبًا فَلَمَّا فَرَغَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا أُخْبِرُكُمْ عَنْ النَّفَرِ الثَّلَاثَةِ أَمَّا أَحَدُهُمْ فَأَوَى إِلَى اللَّهِ فَآوَاهُ اللَّهُ وَأَمَّا الْآخَرُ فَاسْتَحْيَا فَاسْتَحْيَا اللَّهُ مِنْهُ وَأَمَّا الْآخَرُ فَأَعْرَضَ فَأَعْرَضَ اللَّهُ عَنْهُ
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Isma’il [1] berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah bahwa Abu Murrah -mantan budak Uqail bin Abu Thalib-, mengabarkan kepadanya dari Abu Waqid Al Laitsi, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika sedang duduk bermajelis di Masjid bersama para sahabat datanglah tiga orang. Yang dua orang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan yang seorang lagi pergi, yang dua orang terus duduk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di mana satu di antaranya nampak berbahagia bermajelis bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedang yang kedua duduk di belakang mereka, sedang yang ketiga berbalik pergi, Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selesai bermajelis, Beliau bersabda: “Maukah kalian aku beritahu tentang ketiga orang tadi? Adapun seorang di antara mereka, dia meminta perlindungan kepada ALLAH, maka ALLAH lindungi dia. Yang kedua, dia malu kepada ALLAH, maka ALLAH pun malu kepadanya. Sedangkan yang ketiga berpaling dari ALLAH maka ALLAH pun berpaling darinya”
(HR. Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya no. 64)
Syarah:
Hadits ini mengandung anjuran untuk beretika dalam majelis ilmu dan mengisi tempat yang kosong dalam majelis tersebut, sebagaimana anjuran untuk mengisi shaf (barisan) yang kosong dalam shalat yang telah diterangkan dalam hadits lain. Dalam hal ini, seseorang diperbolehkan untuk lewat di depan orang lain selama tidak mengganggunya. Akan tetapi jika ia khawatir akan mengganggunya, maka dianjurkan untuk duduk paling belakang seperti yang dilakukan oleh orang kedua dalam hadits ini. Hadits ini juga mengandung pujian bagi orang yang rela berdesakan untuk mencari kebaikan atau pahala.
“Orang yang kedua merasa malu-malu,” maksudnya, ia tidak mau berdesak-desakan seperti yang dilakukan oleh orang pertama, karena ia malu kepada Rasulullah dan hadirin dalam majelis itu, menurut pendapat Qadhi ‘Iyadh. Sedangkan Anas telah menjelaskan penyebab rasa malu orang tersebut sebagaimana diriwayatkan oleh Hakim, “Dan orang kedua itu berlalu kemudian ia datang dan mengambil tempat duduk.” Maka hadits ini menunjukkan, bahwa ia malu untuk meninggalkan majelis seperti yang dilakukan oleh temannya yang ketiga.
“Maka ALLAH pun malu kepadanya,” artinya ALLAH tidak akan memberinya rahmat, tetapi juga tidak akan menyiksanya. “Maka ALLAH pun berpaling darinya,” atau ALLAH murka kepadanya, yaitu kepada orang yang meninggalkan majelis bukan karena suatu halangan jika ia adalah seorang muslim, atau mungkin ia adalah orang munafik sehingga Nabi mengungkapkan kejelekannya, atau mungkin perkataan Nabi فَأَعْرَضَ اللَّهُ عَنْهُ adalah sebagai pemberitahuan atau doa.
Dalam hadits Anas disebutkan, فَأَعْرَضَ اللَّهُ عَنْهُ maksudnya ALLAH tidak membutuhkan kepadanya. Hal ini menunjukkan bahwa perkataan Nabi tersebut adalah sebagai pemberitahuan. Adapun penisbatan kemurkaan kepada ALLAH hanya sebagai Muqabalah (perbandingan) atau Musyakalah (persamaan). Oleh karena itu, lafazh tersebut harus ditafsirkan sesuai dengan keagungan dan ketinggian-NYA.
Adapun fungsi penisbatan itu adalah untuk menerangkan sesuatu secara jelas. Hadits tersebut juga membolehkan untuk memberitakan keadaan orang-orang yang berbuat maksiat dengan maksud untuk mencela perbuatan tersebut. Hal semacam ini tidak dianggap ghihah.
Hadits ini juga menerangkan tentang keutamaan orang yang mengikuti majelis ilmu dan majelis dzikir, serta duduk bersama orang yang berilmu dan berdzikir di dalam masjid. Hadits ini juga memuji orang yang malu dan duduk di tempat paling akhir (belakang). [2]
Footnote:
[1] Perawi bernama Isma’il dalam hadits ini yang dimaksud adalah Isma’il bin ‘Abdullah bin ‘Abdullah bin Uwais. Menurut Imam Ahmad bin Hambal, ia (Isma’il) “laa ba’sa bihi” atau tidak mengapa. Dan Abu Hatim menyatakan beliau tsiqah. Namun banyak ulama ahli hadits mendha’ifkannya, seperti Yahya bin Ma’in dan An Nasa’i. Ad Daulabi, Al Uqaili, dan Ad Daruquthni menyebutkannya dalam “Adh Dhu’afa” Imam Ibnu Hajar Al Ashqalani mengatakan ia shaduq (jujur) namun banyak kesalahan dalam hafalan. Bahkan Ibnu Abu Uwais menuduhnya sering memalsukan hadits. Kesimpulannya hadits ini dilihat dari sanad-nya adalah dha’if (lemah). Namun hadits ini memiliki syaahid (penguat) yakni di hadits riwayat Imam Bukhari dalam Shahih-nya juga no. 454, dari jalur Abdullah bin Yusuf. Para ulama menyebutkan bahwa ia (Abdullah bin Yusuf) tsiqah dan hafizh. ALLAHu’alam…
[2] Fathul Baari (syarah Shahih Bukhari, karya Imam Ibnu Hajar Al Ashqalani -rahimahullah) jilid 1, hadits no. 66, bab “Duduk Paling Belakang Dalam Suatu Majelis dan Menempati Tempat yang Kosong.” Halaman 293-296, tahqiq oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, cetakan Pustaka Azzam, tahun 2002.

Bintang yang Terbaring di Pangkuanku

Puisi kami sederhana
terhadap kenyataan dunia
Kami apa adanya
Ini gelora terus ada, terus ada

Tentang bintang yang menggamit-kokoh jarinya di atas tanganku
Sementara ia terbaring lesu di pangkuanku
Ia ‘pun sudah tertidur, sementara senyum-bekunya itu…
Ya, senyum-bekunya yang fana itu seakan tak mau berlalu…
Padahal mukanya sudah berada di ambang-pikul derita
Angin belum berseru lantang seakan berkabung dlm sunyi
seakan kemalangannya itu hendak bercerita pula kepadaku
“Aku ini kecil
Aku tersesat jauh dari ibuku
Aku hilang di neg’ri yang jauh, tapi benarlah ak bukan pengembara”
Deritanya habis dlm kelam-kematian, yang tersampai pula dia ke ujung jalan
Jalan panjang itu dia lalui dengan tertatih, dgn keseduan yg saling bermuka-muka

Tapi, sekali2 ak tak pernah merasai takut
Aku ttp berjln melewati gugusan hari2 sepi
Hidup harus tetap kujalani dgn ikhlas
Hari2 ttp kujelang
Walau kelam, dan pahit kutelan
Terhadap itu, sekali2 aku tak prnh merasai takut

-Abdullah Mahdi van de Venter
Ditulis: 26 Agustus 2014 M/2 Dzulfaidah 1435 H.

Ingat 5 Perkara Sebelum 5 Perkara

Bismillah, walhamdulillah.

Sesungguhnya segala puji hanya kpd Allah Semata, kita semua memuji-Nya, meminta pertolongan-Nya, dan meminta ampunan-Nya. Kami meminta perlindungan kpd-Nya dari segala keburukan yg kami lakukan. Barangsiapa yg tlh diberi petunjuk-Nya, maka tiada yg bisa menyesatkan org itu. Maka, barangsiapa yg disesatkan-Nya, maka tiada yg dapat memberi petunjuk kpd org itu. Sy bersaksi, tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, dan sy juga bersaksi Muhammad itu hamba-Nya dan utusan-Nya.

Amma ba’du.

Pertama2, sy berucap syukur kpd Allah, Tuhan kita semua Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Karena berkat rahmat-Nya, sy bisa menulis takhrij hadits kembali. Langsung saja.

Ingat 5 Perkara, Sebelum 5 Perkara
Sesungguhnya sy pernah mendengar lagu Demi Masa karangan grup band Islam Raihan -Malaysia, di salah satu liriknya tersebut:

Ingat 5 perkara, sebelum 5 perkara
Sehat, sebelum sakit
Muda, sebelum tua
Kaya, sebelum miskin
Lapang, sebelum sempit
Hidup, sebelum mati

Lirik ini agak berkesan di hati sy, sebab berkesesuaian dengan hadits ini -cuma agak dibalik sedikit:
اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ ، وَشَبَابَكَ قَبْلَ هَرِمِكَ ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ ” .
Ingatlah 5 perkara sebelum 5 perkara: hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, lapangmu sebelum sempitmu, mudamu sebelum tuamu, dan kayamu sebelum miskinmu.

Baik, sy takhrij hadits ini. Hadits ini ditakhrij oleh Waki’ bin Jarrah dlm kitab “az-Zuhd” (7), Ibnul-Mubarak no.2, dan dari jalur Waki’, Ibnu Abi Syaibah dlm “Mushannaf” (2/2/234), dan Abu Nuaim al-Ashbahani (4/148) men-takhrijnya. Baihaqi dlm “Syu’abul-Iman” (2/3/240), dan al-Khathib al-Baghdadi mengeluarkan hadits ini dlm “Iqtidha’ al-‘Ilmu al-‘Amal” (hal.101, hadits no.170), dan kesemuanya dari Ja’far bin Burqan, dari Ziyad bin al-Jarrah, dari ‘Amru bin Maimun al-Audiy, secara mursal. Kesemua perawinya tsiqah, terkecuali Ja’far bin Burqan, beliau shaduq (jujur) kecuali dia wahm (ragu) pada hadits az-Zuhri. Sehingga, bisa dikatakan sanad hadits ini mursal hasan.

Sungguhpun begitu, hadits ini diperkuat dari jalur Ibnu Abid-Dunya dlm “Qashrul-Amal” (no.111), dan al-Hakim dlm “Mustadrak”-nya (no.7914), keduanya berasal dari jalur Abi Hind, dari Abdullah bin Abbas, dengan redaksi sama. Cuma saja, pada jalur Ibnu Abid-Dunya ditemukan Abdullah bin al-Mubarak. Imam Hakim berkata, “shahih dengan syarat syaikhain, dan tidak dikeluarkan keduanya.” Imam adz-Dzahabi mendiamkan periwayatannya, dan al-‘Iraqi (4/443) berkata, “Isnad hadits ini hasan”.

Ada beberapa atsar yg bisa memperkuat hadits ini, sehingga bisa dikatakan hadits ini shahih li ghairih:
dari Ghinam bin Qais, dia berkata,
كُنَّا نَتَوَاعَظُ فِي أَوَّلِ الإسْلامِ بِأَرْبَعٍ ، كُنَّا نَقُولُ : ” اعْمَلْ فِي شَبَابِكَ لِكِبَرِكَ ، وَاعْمَلْ فِي فَرَاغِكَ لشُغْلِكَ ، وَاعْمَلْ فِي صِحَّتِكَ لِسَقَمِكَ ، وَاعْمَلْ فِي حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ ” .
Pada masa2 awal perkembangan Islam, kami saling menasehati sesama-kami dgn 4 perkara, kami berkata, “Beramallah selagi engkau muda sebelum engkau tua, beramallah di masa luangmu sebelum masa sempitmu, beramallah selagi engkau sehat sebelum engkau sakit, dan beramallah selagi engkau masih hidup, sebelum engkau mati.

Atsar ini ditakhrij oleh Ibnul-Mubarak (no.3), Abdullah bin Ahmad dlm “Zawa’id az-Zuhd” (246), Abu Nuaim dlm “Hilyatul-Auliya'” (6/200), Hannad bin as-Sariyyi dlm “az-Zuhd” (no.489), serta al-Khathib al-Baghdadi dlm “Iqtidha'”-nya, dengan lafazh permulaan, “(Wahai) anak manusia (Ibnu Adam)……… (dst, dst)”. Tengok “Ishabah” (3/193) ‘tuk tahu siapa Ghinam bin Qais. Kesemua sanadnya berasal dari Abi Salil, dari Ghinam bin Qais.

Kedua, dari Abi Nadhr al-Mundzir bin Malik, ditakhrij Abu Nuaim (3/97), dengan redaksi serupa, cuma permulaannya, “Kami saling-menasehati dlm Islam dgn 4 perkara……… (dst, dst)”.

Ketiga, ditemukan dlm “Ziyadah Yahya bin Sha’id dlm az-Zuhd Ibnul-Mubarak” (no.3), ditemukan dari Isra’il, dari Abi Ishaq, dari ‘Amru bin Maimun, dia berkata,
اعْمَلُوا فِي الصِّحَّةِ قَبْلَ الْمَرَضِ، وَفِي الْحَيَاةِ قَبْلَ الْمَوْتِ، وَفِي الشَّبَابِ قَبْلَ الْكِبَرِ، وَفِي الْفَرَاغِ قَبْلَ الشُّغْلِ
Beramallah dlm sehatmu sebelum kau sakit, selagi engkau hidup sebelum engkau mati, di masa mudamu sebelum engkau tua, dan dlm wktu luang sebelum engkau ditimpa kesibukan.

Dlm Ziyadah Nu’aim bin Hammad, atsar ini dikeluarkan pada no.4.

Keempat, bhw dari Muhammad bin Wasi’, dia berkata, bhw Abu ad-Darda’ pernah menulis surat kpd Salman al-Farisi,
أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ، قَالَ: أَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ الدَّقَّاقُ، ثنا هَيْذَامُ بْنُ قُتَيْبَةَ الْمَرْوَزِيُّ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ كُلَيْبٍ، ثنا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ، ثنا مُطْعِمُ بْنُ الْمِقْدَامِ الصَّنْعَانِيُّ، وَغَيْرُهُ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ وَاسِعٍ الْأَزْدِيِّ، قَالَ: كَتَبَ أَبُو الدَّرْدَاءِ، إِلَى سَلْمَانَ: ” مِنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ إِلَى سَلْمَانَ: يَا أَخِي اغْتَنِمْ صِحَّتَكَ وَفَرَاغَكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَنْزِلَ بِكَ مِنَ الْبَلَاءِ مَا لَا يَسْتَطِيعُ أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ رَدَّهُ عَنْكَ ”
Tlh memberi kabar kpd kami al-Hasan bin Abi Bakr, dia berkata, tlh mengabarkan kpd kami ‘Utsman bin Ahmad ad-Daqqaq, tlh menceritakan kpd kami Haidzam bin Qutaibah al-Maruziy, tlh menceritakan kpd kami Muhammad bin Kulaid, tlh menceritakan kpd kami Isma’il bin ‘Ayyasy, tlh menceritakan kpd kami Muth’im bin al-Miqdaam ash-Shan’aniy dan selainnya, dari Muhammad bin Wasi’ al-Azdiy, dia berkata, “Abu ad-Darda’ menulis kpd Salman, ‘Dari Abu ad-Darda’ kpd Salman, ‘Wahai saudaraku, ingatlah masa sehatmu dan masa engkau luang waktu (dan janganlah berleha-leha dlm beramal), sebelum datang kepadamu bala’ (ujian) yang tiada seorangpun dari kalangan manusia dapat mencegahnya (yakni kematian)’.'”

(Atsar riwayat al-Khathib al-Baghdadi dlm “Iqtidha’ al-‘Ilmu al-‘Amal”, halaman 103-104, hadits no.176.)

Atsar ini -bagi diri sy pribadi, memang bagus. Riwayat Isma’il bin ‘Ayyasy dari Muth’im memang shahih, dikarenakan Muth’im adalah ash-Shan’aniy, yakni di Syam. Lagipula, dikatakan riwayat Ibnu ‘Ayyasy dari org Saym memang shahih; lagipula, Muth’im adalah Syami shaduq (org Syam yg jujur). Tapi, sungguhpun begitu, ada ‘illat atau cacat yang tak bisa dihindari dlm sanad hadits ini: terjadi inqitha’, atau keterputusan sanad atsar. Muhammad bin Wasi’ tak pernah bertemu dgn Abu ad-Darda’ ataupun dengan Salman R.huma, beliau masuk ke thabaqah atau tingkatam ke-5 (“Tahdzib at-Tahdzib”, 10/176). Sehingga sanad ini dha’if atau lemah.

Kesimpulan Sanad
Sy mengutip kitab “az-Zuhd” karangan Waki’ bin Jarrah (1/224), seorang muhaddits yg tsiqah, yang sudah ditahqiq Abdurrahman Abdul Jabbar al-Fariwa’i, diterbitkan Maktabah ad-Daar, di Madinah -tahun 1984, bhw dia mengatakan hadits ini shahih li ghairih, yakni shahih dengan bantuan sanad2 lain. Sy punya buku itu dlm bentuk pdf, dan sy sangat berterima kasih kpd pentahqiq -semoga slalu dibawah lindungan Allah SWT. Keputusan beliau sy kira sudah tepat, sebab sanadnya punya sifat kedha’ifan yang ringan, yakni cuma putus sanad dan itupun punya pendukung dari jalur2 lain, baik berupa dari sisi hadits, dan punya atsar yg shahih pula dan menguatkan. Insya Allah, shahih li ghairih, Wallahu A’lamu bish-Shawab.

Selesai di Pontianaksch Residentie, 5 Agustus 2014 M/8 Syawal 1435 H.

Tertanda
Abdoellah Mahdi van de Venter.

Semoga bahasan sy ini -yang sy sarikan sedikit dari kitab2 hadits bisa menambah kefahaman kita dlm akhlak2 baik dlm Islam, dan meningkatkan keimanan kita. Wa billahi taufiq wal hidaayah, wassalamu alaikum wr.wb.

Beberapa Pelajaran Hidup dari Para Khulafa’ur-Rasyidin, dan Beberapa Takhrij Atsar dan Haditsnya (1)

Bismillah, walhamdulillah.
Stlh lama sy tak menulis d blog ini, baru kali inilah, sy masih diberi kesempatan oleh Allah ‘Azza wa Jalla (Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung) ‘tuk menulis sebuah kira2 bbrp nilai pelajaran hidup dari Khulafa’ur-Rasyidin yang empat, sbagaimana yg kita ketahui: Abubakr ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, ‘Utsman bin ‘Affan, dan ‘Ali bin Abi Thalib R.hum.

Baiklah, sy mulai dari yg Abubakr ash-Shiddiq terlebih dahulu:

Abubakr ash-Shiddiq RA
Abubakr Abdullah bin Abu Quhafah, seorang sahabat Nabi SAW, ayah dari Aisyah R.ha, beliau adalah khalifah pertama Islam, yakni: Khulafa’ur-Rasyidin. Dari atsar ini, nampak Abubakr mau menafsirkan ayat ini, yg pertama:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: `Tuhan kami ialah Allah` kemudian mereka ber-istiqamah d dlmny, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): `Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. (Fushshilat: 30)

dan yang kedua:
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ
[yaitu] Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.

حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ قَالَ: نا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ، قَالَ: أنا ابْنُ إِدْرِيسَ، قَالَ: أنا الشَّيْبَانِيُّ، عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي مُوسَى، عَنْ أَبِي الْأَسْوَدِ بْنِ هِلَالٍ الْمُحَارِبِيِّ، قَالَ: ” قَالَ أَبُو بَكْرٍ: {إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا} [فصلت: 30] فَلَمْ يَلْتَفِتُوا [ص: 60] إِلَى إِلَهٍ غَيْرِهِ، وَ: {الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا} [الأنعام: 82] إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ قَالَ: بِشِرْكٍ.
Tlh menceritakan kpd kami Abu Dawud, dia berkata, tlh menceritakan kpd Muhammad bin al-‘Ala’, dia berkata, tlh menceritakan kpd kami Ibnu Idris, dia berkata, tlh memberi berita kpd kami asy-Syaibaniy, dari Abubakr bin Abu Musa, dari Abul-Aswad bin Hilal al-Muharibiy, Abubakr (ash-Shiddiq) berkata, “(Sesungguhnya org2 yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah, kemudian ber-istiqamah d dlmnya…… [dst; QS Fushshilat: 30])” kemudian tdk menyekutukan kpd Tuhan slain Allah, dan “([yaitu] org2 yg beriman yg tdk mencampur-adukkan……. [dst; QS al-An’am:82])” iman mereka dgn kezaliman, ykni dgn: kesyirikan.”

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dlm “Az-Zuhd li Abu Dawud” (I/59); Ibnu Jarir ath-Thabari dlm “Tafsir”nya (7/168, dan 24/73); Hakim dlm “Mustadrak”-nya (2/440); dan Abu Nuaim al-Ashbahani dlm “Hilyatul-Auliya'” (1/30), dan kesemuanya dari jalur Abu Ishaq asy-Syaibani, dari Abubakr bin Abi Musa, dari Abul-Aswad bin Hilal al-Muharibiy, dari Abubakr ash-Shiddiq. Adalah as-Suyuthi menyebutkan atsar ini diriwayatkan pula dlm Ibnu Rahuyah (ykni dlm Musnad-nya), ‘Abd bin Humaid, Hakim, Tirmidzi, dan Ibnu Marduyah (5/339).

Sesungguhnya sy menengok daripada jalur ini, bhw penamaan Abu Ishaq asy-Syaibani ini mcm2, dan Alhamdulillah, atsar ini shahih. Yang menarik bagi diri sy pribadi, Abu Nuaim al-Ashbahani (1/30), mencampur atsar ini dgn matan yg lebih panjang, kurang lebih seperti ini:
قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ لِأَصْحَابِهِ: ” مَا تَقُولُونَ فِي هَاتَيْنِ الْآيَتَيْنِ: {إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُ وا} [فصلت: 30] , وَ {وَالَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ} ” قَالَ: قَالُوا: رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا , فَلَمْ يَدِينُوا , وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ بِخَطِيئَةٍ , قَالَ: ” لَقَدْ حَمَلْتُمُوهَا عَلَى غَيْرِ الْمَحْمَلِ , ثُمَّ قَالَ: قَالُوا: رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَمْ يَلْتَفِتُوا إِلَى إِلَهٍ غَيْرِهِ , وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِشِرْكٍ ”
Abubakr RA berkata kpd sahabat2nya, “Apa yg kalian katakan terhadap dua ayat ini, (“Sesungguhnya org2 yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah, kemudian ber-istiqamah d dlmnya…… [dst; QS Fushshilat: 30])”, dan “([yaitu] org2 yg beriman yg tdk mencampur-adukkan……. [dst; QS al-An’am:82])”, maka Abubakr berpendapat terhadap ayat itu, “Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka beristiqamah, kemudian tidak mendurhakakan (trhdap aturan Islam), dan tdk mencampur-adukkan iman mereka dgn kezaliman berupa dosa2 mereka, kemudian berkata lagi, “Sungguh mereka membawa iman mereka terhadap sesuatu yg tdk memberatkan (hisab mereka), dan mereka berkata lagi, ‘Tuhan kami adalah Allah, kemudian berisitiqamah d dlmnya, tiada mencampurkan iman mereka dlm Tuhan yg lain, dan tdk mencampurkan iman mereka pada kesyirikan.'”

Paling tdk, atsar Abu Nuaim ini menguatkan sebuah atsar Abu Dawud no.39, yg bisa dikatakan bersanad dha’if sbab d dalamnya Sa’id bin Nimran, dgn redaksi:
عَنِ ابْنِ نِمْرَانَ الْبَجَلِيِّ، قَالَ: قَرَأْتُ عِنْدَ أَبِي بَكْرٍ: {إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا} [فصلت: 30] قَالَ: هُمُ الَّذِينَ لَمْ يُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا
Dari Ibnu Nimran al-Bajaliy, dia berkata, “Sy membaca “(Sesungguhnya org2 yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah, kemudian ber-istiqamah d dlmnya…… [dst; QS Fushshilat: 30])” hadapan Abubakr, kemudian beliau berkata, “Mereka org2 yg tdk syirik kpd Allah dgn sesuatu apapun.”

Masalahnya ‘sih sepele aja. Cuma, Sa’id bin Nimran al-Bajaliy majhul, tak diketahui. Ibnul-Mubarak mengeluarkan dlm “Az-Zuhd” (no.110); Ibnu Jarir dlm “Tafsir”-nya (24/73), dan Ad-Daruquthni dlm “Al-‘Ilal” (1/273), moga2 dgn dua atsar d atas, naiklah atsar ini hasan.

Tengok hadits ini:
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ شَبَّه النُّمَيْرِيُّ، ثنا أَبُو أَحْمَدَ، ثنا سُفْيَانُ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ:
وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ، قَالَ: بِشِرْكٍ.
Tlh menceritakan kpd kami Umar bin Syabbah an-Namairiy, tlh menceritakan kpd kami Abu Ahmad, tlh menceritakan kpd kami Sufyan, dari al-A’masy, dari ‘Alqamah, dari Abdullah, dari Nabi SAW, beliau bersabda -stlh mengomentari “tdk mencampuri keimanan mereka”: dgn syirik.

(Ibnu Abi Hatim dlm “Tafsir” 4/1333; Surah al-An’am ayat 82, dan semoga atsar no.39 ini naik jadi hasan sanadnya.)

Tapi, beginilah faktanya. Sebagai manusia bertauhid, tak sepantasnya kita mencampur adukkan iman, entah dgn kesyirikan atau dgn kesalahan, juga dgn kezaliman. Lagipula, perilaku Abubakr ash-Shiddiq RA sebagaimana dlm satu atsar, beliau perilakunya seperti org tua, dan beliau memang dituakan dlm Suku Quraisy.

أَخْبَرَنَا أَبُو حَاتِمٍ قَالَ: أَخْبَرَنِي أَصْبَغُ بْنُ الْفَرَجِ، عَنِ ابْنِ وَهْبٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي ابْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ عُمَارَةَ بْنِ غَزِيَّةَ، قَالَ: ” سَأَلْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الْقَاسِمِ عَنِ اسْمِ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ، فَقَالَ: عَتِيقٌ، وَمُعْتِقٌ ”
Tlh mengabarkan kpd kami Abu Hatim, dia berkata, tlh mengabarkan kpd sy Ashbagh bin al-Faraj, dari Ibnu Wahb, dia berkata, tlh menceritakan kpd kami Ibnu Lahi’ah, dari ‘Ammarah bin Ghaziyyah, dia berkata, “Sy bertanya kpd Abdurrahman bin al-Qasim ttg nama Abubakr ash-Shiddiq, dia menjwb, “Dia sungguh (berperilaku seperti org) tua, dan dituakan (dlm Suku Quraisy).”

(Abu Hatim dlm “Az-Zuhd li Abu Hatim” no.103 -versi Shamela.ws; ath-Thabrani dlm “Mu’jam al-Kabir” (1/53); dan Abu Nu’aim dlm “Ma’rifatush-Shahabah” (1/23) dari jalur Ibnu Wahb, shahih, karena Ibnu Wahb mendgr dari Ibnu Lahi’ah sblm ikhtilath, atau ingatannya buruk. Maksud dituakan karena memang Abubakr adalah seorg berketurunan bangsawan d Suku Quraisy, dan beliau juga berkelakuan baik. D masa Jahiliyyah, tak pernah skalipun Abubakr minum arak dlm sebuah riwayat hadits. Oleh sbab itu, dia dikatakan sebagai org yg “(berperilaku seperti org) tua.”

Umar bin Khattab RA
(bersambung)

Selesai di Pontianaksch Residentie -d wktu pagi yg cerah, 18 Ramadahan 1435 H/17 Juli 2014 M.

Abdoellah Mahdi van de Venter.

Kisah tentang Keledai yang Hidup Dua Kali

Bismillah, walhamdulillah.

Pertama2, marilah kita brucap syukur ke hadirat Allah ‘Azza wa Jalla, karena berkat Rahmat-Nya, sy pribadi bisa menulis ilmu yg ‘kan sy nukil dari kitab muhaddits ternama, atau muhaddits mu’addib (yg beradab) yg bernama Abubakr Abdullah bin Muhammad bin Ubaid bin Sufyan bin al-Qais al-Baghdadiy al-Qurasyiy al-Umawiy atau yg dikenal dgn Ibnu Abid-Dunya (208-281 H).

Man ‘Aasya ba’dal-Maut

Sy akan memberikan sedikit review trhdp kitab ini. Sbagaimana yg kita ketahui, Ibn Abid-Dunya adalah seorg muhaddits yg beradab. Man ‘Aasya ba’dal Maut, atau yg kurang lebih artinya “Mereka yang Hidup setelah Mati”. Dia mengarang byk skali kitab2 ttg adab, dan akhlak. Yg ad d shamela.ws, berjumlah 60 kitab lebih kurang. Sementara asliny, dia mengarang byk skali kitab, hingga yg ad d shamela.ws itu kabarny baru sepertiga saja. Kalau memang berita ini benar, artinya kitab2 hadits beliau ada 180-an. Man ‘Aasya ba’dal Maut adalah salah satu kitabny yg masih ada. Kitab ini byk menceritakan kisah2 ttg kehidupan stlh kematian, ad sanad yg shahih, hasan, atau bahkan dha’if dlm kitab ini, dihitung dari hadits dan atsar yg ad d sana. Ini memberi kita artian, bhw kehidupan stlh kematian itu ad, bahkan penulis pribadi (Abdullah) mengira2 bhw sebenarnya mati suri itu jgn2 udh lama ada, semenjak jmn Nabi SAW mungkin sdh ada. Penulis juga berpikir, jgn2 Ibnu Abid-Dunya hndk memberikan pesan2 keimanan kepada kita lewat kitabnya itu. Seluruh hadits yg terkadung d kitab ini keseluruhannya ad 64 hadits plus atsar.

Analisis Hadits

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ , قَالَ: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، وَأَحْمَدُ بْنُ بُجَيْرٍ وَغَيْرُهُمَا قَالُوا: نَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنِ الشَّعْبِيِّ، أَنَّ قَوْمًا، أَقْبَلُوا مِنَ الْيَمَنِ مُتَطَوِّعِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، فَنَفِقَ حِمَارُ رَجُلٍ مِنْهُمْ، فَأَرَادُوا أَنْ يَنْطَلِقَ مَعَهُمْ فَأَبَى، فَقَامَ فَتَوَضَّأَ وَصَلَّى، ثُمَّ قَالَ: «اللَّهُمَّ إِنِّي جِئْتُ مِنَ الدثينةِ مُجَاهِدًا فِي سَبِيلِكِ وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِكَ، وَإِنِّي أَشْهَدُ أَنَّكَ تُحْيِي الْمَوْتَى وَتَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ، فَلَا تَجْعَلْ لِأَحَدٍ عَلَيَّ مِنَّةً، وَإِنِّي أَطْلُبُ إِلَيْكَ أَنْ تَبْعَثَ لِي حِمَارِي، ثُمَّ قَامَ إِلَى الْحِمَارِ فَضَرَبَهُ، فَقَامَ الْحِمَارُ يَنْفُضُ أُذُنَيْهِ فَأَسْرَجَهُ وَأَلْجَمَهُ، ثُمَّ رَكِبَهُ فَأَجْرَاهُ، فَلَحِقَ بِأَصْحَابِهِ» فَقَالُوا: مَا شَأْنُكَ؟ قَالَ: «شَأْنِي أَنَّ اللَّهَ بَعَثَ لِي حِمَارِي» قَالَ الشَّعْبِيُّ: «فَأَنَا رَأَيْتُ الْحِمَارَ بِيعَ أَوْ يُبَاعُ بِالْكُنَاسَةِ»

Tlh menceritakan kpd kami Abdullah, dia berkata, tlh menceritakan kpd kami Ishaq bin Isma’il, dan Ahmad bin Bujair, keduanya berkata, tlh menceritakan kpd kami Muhammad bin Ubaid, dari Isma’il bin Abi Khalid, dari asy-Sya’biy, bhw sebuah kelompok (melakukan perjalanan) ke arah Yaman dan hendak mengikuti (suatu kegiatan) di jln Allah, maka matilah himar/keledai kepunyaan seseorg d antara mreka, maka d antara mereka ad yg hendak mencari bantuan, tapi mereka menolak. Maka dia (si pemilik himar) itu berwudhu dan lantas shalat, kemudian dia berdoa, “Ya Allah, sesungguhny sy datang dari Datsinah hendak berjihad d jalan-Mu dan hendak mencari ke-redha-anMu. Dan sy sungguh bersaksi bhw sesungguhnya Engkaulah yg dapat Menghidupkan segala sesuatu yg mati dan Membangkitkan segala sesuatu yg mati. (Maka dari itu), jgnlah Engkau Jadikan salah satu d antara kami berhutang budi kepada org lain, dan sy sungguh berharap agar Engkau Bangkitkan keledaiku ini.” Maka, si keledai kemudian hidup kembali, dan kemudian mengibaskan telinganya, seraya mengekang pelananya, seraya melanjutkan perjalanan mereka, dan segera menyusul akan kawan2nya. Maka, kawan2nya bertanya, “Apa kesulitanmu (yang tadi kau alami yang hingga menyebabkan engkau berhenti)?” Sang pemilik keledai berkata, “Kesulitan sy (yang menyebabkan sy berhenti, telah Diselesaikan Allah) bhw Allah sdh Membangkitkan keledaiku.” Sya’biy berkata, “Maka, sungguh sy melihat itu keledai pernah diperjualbelikan di Kunasah.”

(Atsar ini diriwayatkan oleh Ibn Abid-Dunya dlm “Man ‘Aasya ba’dal Maut” (no.29) tapi, byk perawi majhul d sanad ini. Yang diketahui salah satunya Abdullah, d sini dia adalah ibnu Khairan, dia shaduq menurut adz-Dzahabi. Isma’il bin Abi Khalid bgus haditsnya, dan asy-Sya’biy tsiqah. Tapi dikuatkan oleh atsar ini dibawah ini:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ، نَا الْحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ، نَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ أَبِي سَبْرَةَ النَّخَعِيِّ، نَحْوَهُ

Tlh menceritakan kpd kami Abdullah, tlh menceritakan kpd kami al-Hasan bin ‘Arafah, tlh menceritakan kpd kami Abdullah bin Idris, dari Isma’il bin Abi Khalid, dari Abi Sabrah an-Nakha’iy, semisal hadits d atas. (no.30)

Hanya saja, d kitab Juz ‘Ibn ‘Arafah (no.62), diriwayatkan dgn redaksi yg agak pendek, ykni:  فقام فتوضأ ثم صلى ركعتين (Kemudian dia berwudhu dan kemudian dia shalat 2 raka’at.), dan Ibn ‘Arafah cuma mengambil redaksi hingga kata “mengibaskan telinganya” saja.

Takhrij

Hadits ini dikeluarkan pula dlm “Mujaabud-Da’awat” (49) karangan Ibn Abid-Dunya, al-Baihaqi dlm “Dala’ilun-Nubuwwah” (6/48), al-Khathib al-Baghdadiy dlm “Al-Asma’ wal-Mubhamah“, al-Qusyairiy dlm “Ar-Risalah” sh.135, Abubakr al-Anshari dlm “Ahadits asy-Syuyukh” (3/1107, hadits no.516), dan adz-Dzahabi dlm “Tadzkiratul-Huffazh” (1/207) dari jalur Hasan bin ‘Arafah. Selain daripada itu, Ibn Abid-Dunya mengambil periwayatan dari Muslim bin Abdullah bin Syarik an-Nakha’iy, no.31 sbagai syahid pula, dan dari jalur ini, al-Khathib al-Baghdadiy mengambil periwayatan.

Kedudukan Isnad

Al-Baihaqiy dlm Dala’il (6/48 -silakan tengok shamela.ws) dari jalur Ibn Abi Sabrah, mengatakan hadits ini isnadnya shahih, dan memang seluruh isnad al-Baihaqi shahih. Ibn Katsir menukil pernyataan al-Baihaqi yg menyatakan isnad ini shahih. Sy menengok d dlm isnad Ibn Abid-Dunya, ada Abdullah bin Khairan, dan dia dikatakan bhw dia shaduq wahm  (jujur, tapi ada keraguan). Mudah2an, dgn isnad Hasan bin ‘Arafah, jadilah isnad kepunyaan Ibn Abid-Dunya jadi hasan -Insya Allah.

Hikmah yg Bisa Kita Ambil

Atsar atau kisah ini bisa kita ambil pelajaran bhw Allah itu Maha Menghidupkan dan Maha Kuasa atas sgala ssuatu. Dia bisa Membangkitkan siapapun yg tlh mati. Smoga kita bisa lebih arif dan bijaksana menghadapi kisah2 sprti ini. Sdh sepatutnya, kita juga mengambil pelajaran dari kisah seperti ini. Yah, kurang lebih kisah seperti ini juga ada dlm kisah2 mati suri.

Referensi

* http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=210607 dari ahlalhadeeth, diakses pada 13 Juni 2014/15 Sya’ban 1435 H.

Wallahu A’lamu bish-Shawab. Smoga, bahasan sy ini bermanfaat ‘tuk meningkatkan keimanan kita semua. Amin ya Rabbal ‘Alamin. Pada akhirnya, sy berucap syukur: Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, sgala puji bagi Allah, Tuhan sluruh alam!

Tertanda

Abdullah, di Pontianak yg cerah, Kamis, 13 Juni 2014 M/15 Sya’ban 1435 H.

Bersabar trhdp Gangguan daripada Org Lain

Bismillah, walhamdulillah.

Rasanya udh lama ane gak nulis di wordpress. Oke, oke. Sy ‘kan menulsi sebuah review atau analisis trhdp sbuah hadits, tapi kerangkanya, ane dapat dari stts fb ini. Jadi, supaya itu sttus ndk bermanfaat, wa manfaatin deh itu sttus ‘tuk jdi sumber penulisan artikel blog ini.

حَدَّثَنَا أَبُو مُوسَى مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ ، عَنْ شُعْبَةَ ، عَنْ سُلَيْمَانَ الْأَعْمَشِ ، عَنْ يَحْيَى بْنِ وَثَّابٍ ، عَنْ شَيْخٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ” الْمُسْلِمُ إِذَا كَانَ مُخَالِطًا النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ خَيْرٌ مِنَ الْمُسْلِمِ الَّذِي لَا يُخَالِطُ النَّاسَ وَلَا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ ” , قَالَ أَبُو عِيسَى : قَالَ ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ : كَانَ شُعْبَةُ يَرَى أَنَّهُ ابْنُ عُمَرَ .
Tlh menceritakan kpd kami Abu Musa Muhammad bin al-Mutsanna, tlh menceritakan kpd kami Ibnu Abi ‘Adiy, dari Syu’bah, dari Sulaiman al-A’masy, dari Yahya bin Watstsab, dari seorg syaikh (guru) dari kalangan sahabat Nabi SAW, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Seorg Muslim yg dikacau (diganggu) oleh org lain, kemudian org itu bersabar atas gangguan2 yg dia trima, lebih baik daripada org Muslim yg tak diganggu org lain, kemudian dia tdk sabar (terhadap gangguan2 yg dia trima).” Abu Isa (at-Tirmidzi) berkata, “Ibnu Abi ‘Adiy berkata, ‘Syu’bah menganggap-anggap bhw sahabat itu adalah Ibnu Umar.'”

(HR Tirmidzi dlm “Sunan”-nya no.2444; Ibnu Abi Syaibah no.967; Hannad bin Sariy dlm “Az-Zuhd li Hannad bin Sariy” no.383; Ahmad no.22496, shahih dan di-shahih-kan al-Albani dlm “Shahih Sunan at-Tirmidzi“)

Sy menemukan sebuah syahid or muttabi’at lain yg bisa memastikan bhw dia memang bnr Ibnu ‘Umar:
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْجَعْدِ، أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ يَحْيَى بْنِ وَثَّابٍ، عَنْ شَيْخٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَبُهُ قَالَ: قُلْتُ: مَنْ هُوَ؟ قَالَ: ابْنُ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «الْمُسْلِمُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ أَفْضَلُ مِنَ الَّذِي لَا يُخَالِطُهُمْ وَلَا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ»
Tlh menceritakan kpd kami ‘Ali bin al-Ju’d, tlh mengabarkan kpd kami Syu’bah, dari al-A’masy, dari Yahya bin Watstsab, dari seorg guru dari kalangan sahabat Nabi SAW, -sy (A’masy) mengira2, seraya berkata, ‘Siapa dia?’ Dia (Yahya) menjawab, ‘Ibnu Umar’, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Seorg Muslim yg dikacau (diganggu) oleh org lain, kemudian org itu bersabar atas gangguan2 yg dia trima, lebih baik daripada org Muslim yg tak diganggu org lain, kemudian dia tdk sabar (terhadap gangguan2 yg dia trima).”

(HR Ibnu Abid-Dunya dlm “Midaratun-Naas” no.1; Bukhari dlm “Adabul-Mufrad” no.383; al-Baghawi no.3844; Ibnu Sam’un al-Wa’izh dlm “Amali” no.265; Baihaqi dlm “Syu’abul-Iman” no.7620; al-Hasan bin ‘Aliy al-Jauhari dlm “Hadits Abil-Fadhl az-Zuhriy” no.669; Ibnul-Muqri’ dlm “Mu’jam”-nya no.633)

Sy menemukan bhw hadits ini diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, yg diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Ashbihani dlm “Akhbaru Ashbihani” (1/215); dan Abusy-Syaikh al-Ashbihani dlm “Thabaqat al-Muhadditsin bi Ashbihan” (no.268). Pada sisi periwayatan Abu Nu’aim dan Abusy-Syaikh, dia meriwayatkan 2 jalur dari Yahya bin Watstsab. Kedua org ini meriwayatkan dari Ibrahim bin Farqad, dia berkata, tlh menceritakan kpd kami Rauh, dari Abu Ishaq, dari Yahya bin Watstsab.

Sepengetahuan sy, Ibrahim bin Farqad adalah majhul, sementara Rauh d sini adalah Rauh bin Musafir, dia dikatakan dha’if/lemah, matruk, dan dikatakan sbagian ulama memalsukan hadits. Abu Hatim mengatakan bhw dia dha’if, dan haditsny tdk ditulis. Abu Dawud meninggalkan [periwayatan] haditsnya. al-Hakim an-Naisaburi mengatakan bhw haditsny dari A’masy. an-Nasa’i berkata, “Dia bukanlah org yg tsiqah (laisa bi tsiqah), dan bukan org yg ma’mun, skali lagi: matruk al-hadits (haditsny ditinggalkan).” Abu Zur’ah melemahkannya. Al-Jauzajaaniy, dan Imam al-Hakim bahkan menganggap dia adalah seorg pemalsu hadits. Sbagai bukti, dan periwayatan Abusy-Syaikh dan Abu Nu’aim malah diperberat celanya dgn kemajhulan Ibnu ‘Amir. Sebagai bukti, tengoklah, periwayatan yg shahih mengatakan Ibnu Umar, tapi dia ganti jadi Ibnu Mas’ud. Contoh:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ يَزِيدَ ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَامِرٍ الأَشْعَرِيُّ ، ثنا أَبِي ، ثنا أَبِي ، ثنا إِبْرَاهِيمُ بْنُ فَرْقَدٍ ، ثنا رَوْحُ بْنُ مُسَافِرٍ ، عَنِ الأَعْمَشِ ، عَنْ يَحْيَى بْنِ وَثَّابٍ ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ . ح وَحَدَّثَنَا أَبُو مُحَمَّدِ بْنُ حَيَّانَ ، ثنا ابْنُ عَامِرٍ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ جَدِّهِ ، ثنا إِبْرَاهِيمُ بْنُ فَرْقَدٍ أَبُو إِسْحَاقَ ، ثنا رَوْحٌ ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ ، عَنْ يَحْيَى بْنِ وَثَّابٍ ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مِسْعودَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” الْمُؤْمِنُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ ، خَيْرٌ مِنَ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لا يُخَالِطُ النَّاسَ وَلا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ ” . قَالَ ابْنُ يَزِيدَ : عَنِ الأَعْمَشِ .

Tlh menceritakan kpd kami Muhammad bin Ahmad bin Ibrahim bin Yazid, tlh menceritakan kpd kami Muhammad bin Ibrahim al-Asy’ariy, tlh menceritakan kpd kami ayah (Ibrahim) sy, tlh menceritakan kpd kami Ibrahim bin Farqad, tlh menceritakan kpd kami Rauh bin Musafir, dari al-A’masy, dari Yahya bin Watstsab, dari Abdullah bin Mas’ud. (Dari jalur lain, diriwayatkan) tlh menceritakan kpd kami Muhammad bin Hayyan, tlh menceritakan kpd kami Ibnu Amir, dari ayaahny, dari kakekny, tlh menceritakan kpd kami Ibrahim bin Farqad Abu Ishaq, dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Seorg Muslim yg dikacau (diganggu) oleh org lain, kemudian org itu bersabar atas gangguan2 yg dia trima, lebih afdhal/mulia ketimbang org Muslim yg tak diganggu org lain, kemudian dia tdk sabar (terhadap gangguan2 yg dia trima). (dst.).'”

(HR Abu Nu’aim dlm “Akhbaru Ashbihani”, 1/215, tapi Ibrahim bin Farqad majhul, dan Rauh adalah pemalsu hadits. Jadi, sanad ini tdk bisa dijadikan syahid, dan Abusy-Syaikh meriwayatkannya dari jalur Ibnu ‘Amir.)

Artiny, ap? Hadits yg shahih cuma berasal dari jalur periwayatan Ibnu ‘Umar, dan yg lebih shahih adalah hadits yg berasal dari jalur itu.

Sedikit Tambahan
Bukankah Allah SWT Berfirman:
إنما يوفى الصابرون أجرهم بغير حساب

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS Az Zumar : 10).
Smoga ayat ini bisa dijadikan muhasabah diri pula ‘tuk bersabar, walau sebesar apapun gangguan dari org lain.
Wallahu A’lamu bish-Shawab. Smoga, bahasan sy ini bermanfaat ‘tuk meningkatkan keimanan kita semua. Amin ya Rabbal ‘Alamin. Pada akhirnya, sy berucap syukur: Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, sgala puji bagi Allah, Tuhan sluruh alam!

Tertanda

Abdullah Mahdi Amin di Pontianak, di hari Rabu yg cerah, 11 Juni 2014.

Larangan ‘tuk Bergosip/Berghibah dlm Islam

Pertama2, sy hndk membuka penjelasan ini dgn sebuah “hadits pamungkas” yg bisa menjelaskan ttg hubungan sesama manusia:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ ، حَدَّثَنَا دَاوُدُ يَعْنِي ابْنَ قَيْسٍ ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ مَوْلَى عَامِرِ بْنِ كُرَيْزٍ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” لَا تَحَاسَدُوا ، وَلَا تَنَاجَشُوا ، وَلَا تَبَاغَضُوا ، وَلَا تَدَابَرُوا ، وَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ ، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ ، وَلَا يَخْذُلُهُ ، وَلَا يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَاهُنَا ، وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ، بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ ، حَرَامٌ دَمُهُ ، وَمَالُهُ ، وَعِرْضُهُ ” . حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ سَرْحٍ ، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ ، عَنْ أُسَامَةَ وَهُوَ ابْنُ زَيْدٍ ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ مَوْلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَامِرِ بْنِ كُرَيْزٍ ، يَقُولُ : سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ ، يَقُولُ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَذَكَرَ نَحْوَ حَدِيثِ دَاوُدَ ، وَزَادَ وَنَقَصَ ، وَمِمَّا زَادَ فِيهِ : إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ وَلَا إِلَى صُوَرِكُمْ ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ ، وَأَشَارَ بِأَصَابِعِهِ إِلَى صَدْرِهِ
Tlh menceritakan kpd kami Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab, tlh menceritakan kpd kami Daud -ykni bin Qais, dari Abu Sa’id maula ‘Amir bin Kuraiz, dari Abu Hurairah, dia berkata, “Nabi SAW bersabda, ‘Janganlah saling iri hati, saling melakukan tipu daya, saling benci-membenci, saling menjauhi, dan membeli barang (org lain) yg sedang ditawar org lain. Jadilah hamba2 Allah yg saling bersaudara, seorg Muslim dgn Muslim lainnya adalah saudara. Maka dari itu, jgnlah engkau menzaliminya, menelantarkannya, mendustakan dan menghinakannya. Takwa itu letaknya di sini -dan Nabi SAW menunjuk dadanya (maksudnya:takwa itu letaknya d hati), seseorg dianggap jahat klo dia menghina saudaranya sesama Muslim. Seorg Muslim terhdp Muslim yg lain “haram” (maksudnya:suci) darahnya, hartanya, dan harga dirinya.'” Tlh menceritakan kpdku Abu Thahir Ahmad bin ‘Amr bin Sarh, tlh menceritakan kpd kami Ibnu Wahab, dari Usamah -dan dia bin Zaid, bhw dia mendgr Abu Sa’id maula (pembantunya) ‘Amir bin Kuraiz, dari Abu Hurairah, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, sama seperti hadits d atas tapi ditambah sedikit, ‘Sesungguhnya Allah tdk Melihat bentuk dan badan kamu, tapi Allah Melihat hati, perbuatan, dan amal kamu.'”

(HR Muslim dlm “Shahih Muslim” no.4656; Imam Ahmad dlm “Musnad”-nya no. 7538; Abd bin Humaid dlm “Musnad”-nya no.1449; Baihaqi dlm “Syu’abul-Iman” no.15748; Ibn Abid-Dunya dlm “Dzammul-Ghibah” no.24 dan 25, tapi dgn matan hadits yg dipotong dan pada bagian atas, shahih)

Sanad Muslim keseluruhannya adalah shahih. Imam Ahmad cuma mengambil bagian hingga “…. seseorg dianggap jahat klo dia menghina sesama Muslim. Seorg Muslim terhdp Muslim yg lain “haram” (maksudnya:suci) darahnya, hartanya, dan harga dirinya.'” Syu’abul-Iman no.10388 malah menyebut penambahan Muslim tersebut. Imam Ahmad dari jalur Abdurrazzaq, dari Dawud bin Qais, dari Abu Sa’id maula Abdullah bin ‘Amir, dari Abu Hurairah. Bila sy tengok di sini, Abu Sa’id adalah maula dari Abdullah bin ‘Amir.

Hadits ini juga dikeluarkan dengan jalur yg lain dari Abu Hurarah (ykni dari Katsir bin Zaid, dari Walid bin Rabbah, dari Abu Hurairah), yang diriwayatkan oleh Ibn Abid-Dunya dlm “Dzammul-Ghibah” no.24, tapi sy kira ada beberapa hal yg membuat sanad-nya tdk bisa shahih. Begini, Katsir bin Zaid itu orgnya jujur, tapi dia ada “kelenturan” (layyin) dlm periwayatan hadits. Kalau Walid bin Rabbah, dia memang hasanul-hadits -sebagaimana katanya Imam Bukhari. Karena memang dia hasan, ada hadits2nya d dlm Shahih Bukhari dan Adabul-Mufarrad. Pada Katsir sendiri, ada memang banyak perselisihan. Ibnu ‘Adiy saja berkata, “Sy tdk melihat adanya masalah pada dirinya, sy berharap dia laa ba’sa bihi (tdk mengapa).” An-Nasa’i melemahkannya. Yahya bin Ma’in juga sampai-sampai mengatakan “laisa bi syai’in” (tdk ada apa2nya). Ibnul-Madiniy mengatakan dia itu shalih, bukan org yg kuat. Ibnu Hajar al-‘Asqalani mengatakn bhw org ini shaduq, tapi dia itu yukhthi’ (pernah berbuat salah). Ibrahim bin Mundzir al-Hizmiy, dia itu memang tsiqah, shaduq, tapi dikatakan oleh Zakaria as-Saajiy, “‘indahuu manaakir” (di sisi [periwayatan]nya, ada hadits2 munkar). Namun, dikabarkan pula oleh Imam Ahmad bahwa dia pernah bertemu dgn Ibn Abi Dawud pada masa2 fitnah bhw Qur’an itu adalah makhluk. Imam Ahmad mengecamnya dan membicarakannya. Apa karena ini dia di-jarh Imam Ahmad dan Zakaria as-Saaji. Tapi, saya tengok Imam Nasa’i mengatakan dia “laa ba’sa bihi”. Sisa perawi dari hadits ini riwayat Ibnu Abid-Dunya no.24 ini bagus2 semua hadits mereka.

Pada jalur hadits no.25, semua perawinya shahih. Yahya bin Ayyub itu termasuk guru dari Abu Dawud dan Imam Muslim. Kedua, Mundzir bin Malik, tsiqah, ada yang bilang dia itu tsiqah yukhthi’. Tapi, byk yg men-tsiqah-kannya. Ketiga, Abu Raja’ al-Khurasaniy, Ibnu ‘Adiy mengatakan bahwa dia itu mustaqimul-hadits (hadits2nya lurus), tapi dia ikhtilath seraya bersumpah atas nama Allah. Muhammad bin Sa’d al-Katib al-Waqidiy mengatakan dia itu tsiqah insya Allah, tapi di akhir hidupnya, dia ikhtilath. Keempat, Abbad bin Katsir. Banyak ulama melemahkan dia, sampai2 an-Nasa’i mengatakan dia itu matruk (ditinggalkan, entah karena dia pernah berbohong atau ap). Abu Hatim ar-Razi mengatakan dlm hadits-nya ada yg diingkari. al-Jurairiy, Abdullah bin Waqid, dia itu tsiqah, tapi ada yg menganggapnya “laa ba’sa bih”. Asbath, Sufyan ats-Tsauri melemahkannya, tapi, masih ada pula yg mengatakan dia tsiqah. Sy sendiri masih berharap, semoga hadits ini masih bisa masuk peringkat hasan sanad-nya dari sisi Ibnu Abid-Dunya.

Apa itu ghibah/gosip? Ada sebuah hadits, ykni:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ، أَخْبَرَنِي الْعَلَاءُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «هَلْ تَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ؟» قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: «ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ» قِيلَ: أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا أَقُولُ؟ قَالَ: «إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ»
Tlh menceritakan kpd kami Yahya bin Ayyub, tlh menceritakan kpd kami Isma’il bin Ja’far, tlh memberi kabar kpd kami al-‘Ala’ bin Abdurrahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah RA, bhw Nabi SAW menyabdakan, “Kalian tahu, apa itu ghibah?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Nabi SAW menyabdakan, “Engkau menyebut-nyebut hal2 yg tdk disukai olehnya (di belakang dia).” Dikatakan kpd Nabi SAW, “Bagaimana klo hal itu memang benar adanya?” Nabi SAW menjawab, “Kalau memang itu benar adanya, maka sungguh kau sdh mengghibahnya. Tapi, klo itu bohong, kau sdh memfitnahnya.”

(HR Ibn Abid-Dunya dlm “Dzammul-Ghibah” no.67; Ibn Abi-Syaibah dlm “Mushannaf”-nya no.24591; Abusy-Syaikh dlm “At-Taubikh wat-Tanbih” no.183; Ibnu Wahab dlm “al-Jami”-nya no.412 scara marfu’ dan no.294 scara mursal; Isma’il bin Ja’far dlm “Haditsu Isma’il bin Ja’far” no.250, shahih)

Akan sy terangkan dosa bergibah/bergosip d bwh ini:

Allah Berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yaang lain. Apakah salah seorang di antara kamu suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.(QS. Al-Hujurat, [49]:12)

Adapun asbabun-nuzul ayat ini -sebagaimana dikutip oleh Tafsir Departemen Agama RI:Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu Abu Mulaikah menceritakan, bahwa ketika penaklukan kota Mekah Bilal langsung naik ke atas Kabah kemudian mengumandangkan suara azan, sebagian orang-orang ada yang mengatakan, “Apakah hamba sahaya yang hitam ini berani azan di atas Kabah?” Sebagian dari mereka mengatakan, “Jika Allah murka, niscaya Dia akan mencegahnya.” Lalu Allah swt. menurunkan firman-Nya, “Hai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan…” (Q.S. Al Hujurat, 13) Ibnu Asakir di dalam kitab Mubhamat mengatakan, “Aku telah menemukan di dalam manuskrip yang ditulis oleh Ibnu Basykuwal, bahwa Abu Bakar bin Abu Daud mengetengahkan sebuah hadis di dalam kitab tafsir yang ditulisnya, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Hindun. Rasulullah saw. memerintahkan kepada Bani Bayyadhah supaya mereka mengawinkan Abu Hindun dengan seorang wanita dari kalangan mereka. Lalu mereka menjawab, “Wahai Rasulullah! Apakah pantas bila kami menikahkan anak-anak perempuan kami dengan bekas hamba sahaya kami?” Lalu turunlah ayat ini. Yg jls, smoga dapatlah diambil hikmah dari asbabun-nuzul ayat tersebut, sy kira masih bisa dihubungkan dgn hadits yg paling atas sy sebutkan.

Ada sebuah hadits yg menjelaskan ttg azab dari menggosip:
حَدَّثَنِي أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي عَتَّابٍ ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْقُدُّوسِ أَبُو الْمُغِيرَةِ ، عَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَمْرٍو ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ , قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” مَرَرْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى قَوْمٍ يَخْمُشُونَ وُجُوهَهُمْ بِأَظَافِيرِهِمْ ، فَقُلْتُ : يَا جِبْرِيلُ مَنْ هَؤُلاءِ ؟ قَالَ : هَؤُلاءِ الَّذِينَ يَغْتَابُونَ النَّاسَ وَيَقَعُونَ فِي أَعْرَاضِهِمْ ” .
Tlh menceritakan kpd kami Abubakr Muhammad bin Abu ‘Attab, tlh menceritakan kpd kami Abdul-Quddus Abul-Mughirah, dari Shafwan bin ‘Amr, dari Abdurrahman bin Jubair, dari Anas bin Malik RA, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Pada wktu mlm sy di-isra’-kan, sy melihat ada suatu kaum yg mencakar muka mereka sendiri dgn kuku tembaga mereka. Lantas, sy bertanya kpd Jibril, ‘Wahai Jibril, siapakah mereka itu?’ Jibril menjawab, ‘Mereka adalah kaum yg suka menggosipkan manusia dan merendahkan harga diri mereka.'”

(HR Ibn Abid-Dunya dlm “Dzammul-Ghibah” no.26; al-Khara’ithiy dlm “Masawi’ul-Akhlaq no.187; Adh-Dhiya’ dlm “Ahadits al-Mukhtarah” no.2066; ath-Thabrani dlm “Mu’jam al-Ausath” no.8 dan “Musnad asy-Syamiyyin” no.914; Abu Daud dlm “Sunan”-nya no.4237; Imam Ahmad bin Hanbal dlm “Musnad Ahmad bin Hanbal” no.13088, shahih)

(Akan dilanjutkan, Insya Allah)

Kisah Meninggalnya Nabi Muhammad SAW dan Ketabahan Abubakr ash-Shiddiq RA

Pada kesempatan kali ini -Alhamdulillah- sy masih diberi kesempatan ‘tuk menulis d blog “sederhana” ini. Bisa didapat dari kitab “Hilyatul-Auliya’ wa Thabaqaatul-Ashfiyaa'” [1/29].

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ خَلَّادٍ، ثَنَا أَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مِلْحَانَ، ثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ عَقِيلٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ أَبَا بَكْرٍ، رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ خَرَجَ حِينَ تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعُمَرُ يُكَلِّمُ النَّاسَ فَقَالَ: اجْلِسْ يَا عُمَرُ فَأَبَى عُمَرُ أَنْ يَجْلِسَ , فَقَالَ: اجْلِسْ يَا عُمَرُ فَتَشَهَّدَ فَقَالَ: ” أَمَّا بَعْدُ , فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ يَعْبُدُ مُحَمَّدًا فَإِنَّ مُحَمَّدًا قَدْ مَاتَ , وَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ يَعْبُدُ اللهَ فَإِنَّ اللهَ حَيُّ لَا يَمُوتُ , إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ: {وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ} [آل عمران: 144] الْآيَةَ ” قَالَ: وَاللهِ لَكَأَنَّ النَّاسَ لَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ أَنْزَلَ هَذِهِ الْآيَةَ حَتَّى تَلَاهَا أَبُو بَكْرٍ , فَتَلَقَّاهَا مِنْهُ النَّاسُ كُلُّهُمْ , فَمَا نَسْمَعُ بَشَرًا مِنَ النَّاسِ إِلَّا يَتْلُوهَا قَالَ ابْنُ شِهَابٍ: أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيِّبِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ قَالَ: وَاللهِ مَا هُوَ إِلَّا أَنْ سَمِعْتُ أَبَا بَكْرٍ تَلَاهَا فَعَقَرْتُ حَتَّى مَا تُقِلُّنِي رِجْلَايَ , وَحَتَّى أَهْوَيْتُ إِلَى الْأَرْضِ وَعَرَفْتُ حِينَ سَمِعْتُهُ تَلَاهَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ مَاتَ قَالَ الشَّيْخُ رَحِمَهُ اللهُ: وَكَانَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ يَتَوَصَّلُ بِعِزِّ الْوَفَاءِ إِلَى أَسْنَى مَوَاقِفِ الصَّفَاءِ , وَقَدْ قِيلَ: ” إِنَّ التَّصَوُّفَ تَفَرُّدُ الْعَبْدِ بِالصَّمَدِ الْفَرْدِ

Tlh bercerita kpd kami Abubakr bin Khallad, tlh bercerita kpd kami Ahmad bin Ibrahim bin Milhan, tlh bercerita kpd kami Yahya bin Bukair, dia bilang, “Tlh bercerita kpd kami Laits bin Sa’ad, dari ‘Uqail, dari Ibn Syihab, dia bilang, “Tlh memberi kabar kpd kami Abu Salamah bin ‘Abdurrahman, dari Ibn ‘Abbas, bahwa Abubakr Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu keluar sewaktu meninggalnya Nabi Muahmmad SAW dan Umar berpidato kpd org2, dan berkatalah Abubakr RA, “Duduklah, wahai Umar!” Tapi, Umar mengabaikan [perintah Abubakr] untuk duduk, lalu berkatalah Abubakr stlah berucap syahadat. “Amma ba’du! Maka, apabila di antara kalian menyembah Muhammad, sungguh dia tlah meninggal, dan barangsiapa di antara kalian menyembah Allah, sesungguhnya Dialah Yang Maha Hidup, Kekal. Sesungguhnya Allah Ta’ala Berfirman, ‘Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur’. (QS Ali Imran [2]:144].'” Ibn Abbas berkata, “Demi Allah, [pada saat itu] org2 [yg mendgr pembacaan ayat itu] seakan-akan tdk pernah tahu bhw Allah Menurunkan ayat ini sampai Abubakr membaca ayat ini, sekumpulan manusia itu menerimanya, maka kami [Ibn Abbas] tdklah mendgr org dari kalangan manusia membaca ayat ini hingga dia membacanya.” Ibnu Syihab berkata, “Tlh bercerita memberi kabar kpdku Sa’ad bin Musayyab, bhw Umar bin Khattab RA berkata, ‘Demi Allah, tdklah dia kecuali sy mendgr Abubakr membaca ayat itu dan ak tahan kedua langkah kakiku, hingga saya duduk di tanah dan sy mengenalinya hingga sy mendgr dia membacanya bhw Rasulullah SAW tlh meninggal dunia. Tlh berkata syaikh (guru sy, -ykni Abubakr bin Khallad -penterjemah), “Abubakr RA melanjutkan [perjuangan Islam] dgn penuh kemuliaan pd tahun2 penuh ketenangan.” Tlh dikatakan kpd-nya bahwasanya, “Sesungguhnya tasawwuf itu adalah seorang hamba yg menyendiri dgn Tuhannya, yg kita bergantung hanya kpd-Nya.”

Analisa hadits
Abubakr bin Khallad, guru dari Abu Nuaim adalah seorg yg tsiqah, menurut adz-Dzahabi -dia mengatakan dlm “Tarikh al-Islam, “seorg syaikh, muhaddits musnad Baghdad” (sebagaimana dlm “Mausu’ah al-Hadits”)-, dan pernah belajar dari Abu Ishaq al-Harbi (pengarang “Gharibul-Hadits”) dan Abubakr al-Qathi’i. Sementara itu, guru dari Abubakr bin Khallad -Ahmad bin Ibrahim bin Milhan- juga seorg yg tsiqah, menurut imam al-Hakim dan Daruquthni, bahkan dia juga menurut adz-Dzahabi adalah seorg yg tsiqah mutqin. Sementara itu, Yahya bin Bukair juga seorang yg tsiqah, dan termasuk perawi Imam Bukhari. Ada yg mengatakan bhw beliau ini adalah seorg yg tdk tsiqah, namun ada yg mengatakan bhw beliau ini dha’if. Ibn Hajar al-Asqalani mengatakan, “(Apa yg dia riwayatkan) dari Laits itu tsiqah, namun (apa yg diriwayatkan dia) dari Malik, itu dibicarakan.” Abu Ya’la al-Khalili dlm hal ini mengomentari, “Dia tsiqah, tapi periwayatannya dari (Imam) Malik itu menyendiri.” Oleh karenanya, Yahya bin Ma’in berkomentar pasal ini, “Dia itu tdk ada apa-apanya (laisa bisyai’in) pada periwayatan Ibn Mahraz, dia mengatakan, ‘Dia saja tdk bagus dlm penyimakan dari pembacaan Ibn Wahb, bagaimana pula dia membaca al-Muwaththa’?'”

Namun, dari sini, kita lihat, bhw Yahya bin Bukair mengambil periwayatan dari Laits bin Sa’ad, artinya, dari sini, dia tsiqah dlm meriwayatkan hadits ini. Demikianlah kesimpulan dari periwayatan Yahya bin Bukair, baik kita lanjutkan terhadap gurunya, Laits bin Sa’ad. Check it out! Laits bin Sa’ad, juga seorg yg tsiqah, dan hafizh dlm hadits, serta dia juga seorg yg diriwayatkan pula oleh Syaikhain. Sementara itu, ‘Uqail, ykni ‘Uqail bin Khalid bin ‘Uqail al-Ailiy Abu Khalid al-Umawi Maula ‘Utsman bin ‘Affan, juga seorg yg tsiqah menurut an-Nasa’i, Ishaq bin Rahawaih, Abu Zur’ah menilainya tsiqah shaduq, dan Abu Ja’far al-‘Uqailiy menilainya shaduq (benar, jujur maksudnya), tapi hadits2 az-Zuhri diriwayatkannya dgn menyendiri atau tafarrud. Ibnu Syihab adalah seorg tsiqah, dan menurut penilaian Muhammad bin Katib al-Waqidiy adalah seorg yg byk hadits-nya, dan juga byk mengenal fiqih. Abu Dawud bahkan mengenalinya sebagai “org yg terbaik dlm [ilmu] hadits.” Yg jls, dia dikenal tsiqah oleh byk peng-analisis hadits. Abu Salamah bin Abdurrahman, yg diberi kuniyah “Abu Salamah” ini nama aslinya -dikatakan adalah: ada yg bilang, Abdullah, ada juga yg bilang Isma’il. Tapi, yg umum adalah Abdullah bin Abdurrahman bin ‘Auf bin ‘Abbad (‘Auf) bin al-Harits bin Zahrah. Bukhari-Muslim juga meriwayatkan hadits darinya. Banyak ulama mengenalinya sebagai org yg tsiqah, faqih (mengerti ilmu fiqih), dan byk hadits-nya. Abu Zur’ah, Ibn Hajar al-Asqalaniy, Ali ibn al-Madini, dan Yahya bin Ma’in -kesemua tokoh2 ilmu hadits yg besar itu- mengenali org ini sebagai tokoh yg tsiqah. Dia ini juga termasuk tabi’in yg berumur panjang, kelahiran 22 H, dan meninggal pd tahun 94 H. Jadi, klo dinilai, hadits ini shahih. Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah semata, Rabb atas seluruh alam!

Periwayatan Hadits dari Sisi Bukhari
Adalah Imam al-Bukhari meriwayatkan hadits ini dgn metode mu’allaq, ykni seperti ini:
قَالَ الزُّهْرِيُّ: وَحَدَّثَنِي أَبُو سَلَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ أَبَا بَكْرٍ خَرَجَ وَعُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ يُكَلِّمُ النَّاسَ فَقَالَ: اجْلِسْ يَا عُمَرُ………. (dst.)
Tlh berkata Zuhriy, “tlh bercerita kpd-ku Abu Salamah, dari Abdullah bin Abbas, bhw Abubakr keluar sewaktu meninggalnya Nabi Muahmmad SAW dan Umar berpidato kpd org2, dan berkatalah Abubakr RA, “Duduklah, wahai Umar!”…… (dst) [al-Bukhari dlm “Shahih”-nya, 6/13; hadits no.4454]

Namun demikian, dlm hal ini Imam al-Bukhari menggunakan kata2 shighat jazm (udah pasti), sehingga boleh dikatakan bhw s’kalipun mu’allaq, hadits ini ttp shahih. Apalagi klo digabung dgn hadits riwayat Abu Nuaim d atas.

Hikmah dan Kesimpulan
Di balik suatu kejadian, pasti ada suatu hikmah baik yg tersirat maupun yg tersurat. Abubakr RA, khalifah yg pertama ini adalah org yg paling kuat menahan kesedihan sewktu meninggalnya Rasulullah SAW, dia membaca Surah Ali Imran [2]:144, scara keseluruhan. Org2 yg mendgrnya seakan-akan mereka baru tau klo ayat itu pernah diturunkan Allah Azza wa Jalla, hingga Abubakr membaca itu ayat. Masya Allah! Abubakr-lah yg melanjutkan “tongkat estafet” dlm pembangunan Islam. Sepatutnya kita bersyukur ada org2 hebat dlm Islam, ykni sahabat2 Nabi SAW yg melanjutkan perjuangan Islam. Kelihatan dari sini, dapatlah kita tarik kesimpulan bhw Abubakr adalah seorg yg paling kuat semasa meninggalnya Nabi SAW.

Demikianlah risalah analisa hadits yg sy tulis ini, subhanakallahumma wabihamdika, asyhadu allaa ilaa ha illa anta, astaghfiruka, wa atuubu ilaik. Wabillaahi taufiq wal hidaayah, wassalamu alaikum wr.wb.

Referensi penting
1. http://library.islamweb.net/hadith/RawyDetails.php?RawyID=10765

Tertanda

Abdullah Mahdi Amin di Pontianak,
Selasa Tenang sebelum Pencoblosan, 16 Jumadil-Awal 1435 H/8 April 2014 M.

Fitnah Dunia

Bismillah

Sy sdh lama ndak nulis d blog ini, ‘yah? Wah, tak terasa tangan ini hendak “menggila dan menggatal” (?) Rasanya, mau nulis lagi. Kini, sy ‘kan nulis semacam risalah kecil yg mengupas suatu hadits dan sy munculkan kpd anda skalian dgn judul/tajuk “Fitnah Dunia”. Sl lebih ke arah analisis musthalahul-hadits dan hendak memberitahukan hikmah yg ‘kan sy tuliskan d blog sy ini.

لكل أمة فتنة , وفتنة أمتي المال

“Tiap2 umat itu pasti ada fitnahnya. Dan fitnah di umatku ini adalah harta (dunia).” 

(HR Ibn Abid-Dunya dlm “Ishlaahul-Maal”, no.12; diriwayatkan pula oleh Imam Tirmidzi dlm “Sunan”-nya [4/569]; Ibn Sa’ad dlm “Thabaqat al-Kubra” [7/197]; Hakim dlm “Mustadrak”-nya [4/315]; Ibn Hibban dlm “Shahih Ibnu Hibban” [8/17]; Hadits ini semuanya berasal dari beberapa jalur yg diriwayatkan dari Mu’awiyah bin Shalih, dari Abdurrahman bin Jabir, dari ayahnya, dari Ka’ab bin ‘Iyadh, dan hadith ini shahih. Kata Imam at-Tirmidzi, “Hadits ini hasan gharib, dan tidaklah kami mengenali hadits ini kecuali dari jalur Mu’awiyah bin Shalih.

Hadits ini mempunyai riwayat dari shahabat Ubadah bin Shamit, diriwayatkan oleh Abu Thahir dlm “Tsalits wa Tsalaatsun min Masyiikhah al-Baghdadiyyah”, akan tetapi hadits ini bercela, dan dha’if mengingat Ibrahim bin Nashr itu majhul, dan Muhammad bin Mu’awiyah itu dinilai matruk, dha’if, dan haditsnya itu tiada diikuti. Sehingga, pun dgn adanya hadits riwayat Abu Thahir ini, hadits dri jalur ini dha’if dan tdk bisa dijadikan syahid)

Hadits ini memberi kepastian kpd kita, bhw Umat Muslim itu fitnahnya berasal dari harta, karena harta, kita bisa berselisih. Karena itu pula, ada yg saling membunuh, atau saling berperkara. Mudah2an, Allah Memudahkan kita menghadapi fitnah dunia dgn berzuhud diri.

Coba perhatikan atsar sahabat di bawah ini:
حَدَّثَنَا حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ الصَّبَّاحِ ، حَدَّثَنَا أَبُو النَّظْرِ , حَدَّثَنَا شَيْبَانُ , عَنْ هِلالٍ , عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى , عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الأَنْصَارِيِّ , أَنَّهُ ذَكَرَ الدُّنْيَا ، فَقَالَ : ” أَلْزِقُوهَا بِأَكْبَادِكُمْ , فَوَاللَّهِ لا تَصِلُونَ إِلَى الآخِرَةِ بِدِينَارٍ وَلا دِرْهَمٍ , وَلَتَتْرُكُنَّهَا عَلَى ظَهْرِ الأَرْضِ ، وَفِي بَطْنِهَا كَمَا تَرَكَهَا مَنْ قَبْلَكُمْ , فَتَنَاحَرُوا عَلَيْهَا تَنَاحُرَكُمْ , وَتَذَابَحُوا تَذَابُحَكُمْ , وَلَتُذْهِبَ دِينَكُمْ وَدُنْيَاكُمْ ” .

Tlh bercerita kpd kami Hasan bin Shabbah, tlh bercerita kpd kami Abu an-Nazhr, tlh bercerita kpd kami Syaiban, dari Hilal, dari Abdurrahman bin Abu Laila, dari Abu Mas’ud al-Anshari, bahwasanya manakala dunia disebut-sebut di sisinya, lantas dia berkata, “Sandingkanlah dunia ke dlm hati kalian -maka demi Allah- kalian tdk akan sampai (maksudnya:datang) ke akhirat dgn membawa dinar atw dirham, kalian pasti akan meninggalkan itu semua di atas permukaan bumi dan di bwhnya. Silahkan kalian berselisih, silahkan kalian saling melakukan tipu-daya [akan tetapi, ingatlah] bahwa karena itu semua akan merusak agama dan dunia kalian.”

(HR Ibnu Abid-Dunya dlm “Ishlaahul-Maal” no.19 dan Imam Ahmad dlm “Az-Zuhd” no.1041, adapun atsar shahabat ini shahih)

Abu Mas’ud saja berhati-hati menghadapi dunia, karena saking zuhudnya dia. Ingatlah atsar shahabat ini yg mengingatkan kita bhw karena dunia, dunia dan agama kita bisa menjadi rusak. Oleh sbab itu, kita juga hrus ingat bhw harta itu tiada yg kekal, kita pasti akan meninggalkannya di dunia, dan hanya amal yg saleh-lah yg kita bawa jadi bekal ‘tuk akhirat kita.

Disarikan dri my status d fb, dripd hrus mubadzir, demikianlah. Smoga tulisan sy yg singkat ini bisa mengingatkan kita trhdp fitnah dunia, dan supaya kita bisa berhati-hati terhdp dunia dan zuhud terhadap fitnah dunia. Subhanakallahumma wabihamdika asyhadulla ilaaha illa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik. Wa billahi taufiq wal hidaayah, wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Di Waktu Subuh

Sewaktu malam masih gelap

Terbangun sang muazin

Ke suraunya

Memukul bedug dan memekik-mekik suaranya

Mendayu-dayu

Untuk Shalat Subuh

Selang-seling suara ayam

 

Wahai mata yang tertidur

Alangkah pulas tidurnya dikau

Matanya dipejam

Hatinya membenci

 

Wahai, mata yang terpejam

Mari bangun

Awali hari

Di waktu subuh ini