Ingat 5 Perkara Sebelum 5 Perkara

Bismillah, walhamdulillah.

Sesungguhnya segala puji hanya kpd Allah Semata, kita semua memuji-Nya, meminta pertolongan-Nya, dan meminta ampunan-Nya. Kami meminta perlindungan kpd-Nya dari segala keburukan yg kami lakukan. Barangsiapa yg tlh diberi petunjuk-Nya, maka tiada yg bisa menyesatkan org itu. Maka, barangsiapa yg disesatkan-Nya, maka tiada yg dapat memberi petunjuk kpd org itu. Sy bersaksi, tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, dan sy juga bersaksi Muhammad itu hamba-Nya dan utusan-Nya.

Amma ba’du.

Pertama2, sy berucap syukur kpd Allah, Tuhan kita semua Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Karena berkat rahmat-Nya, sy bisa menulis takhrij hadits kembali. Langsung saja.

Ingat 5 Perkara, Sebelum 5 Perkara
Sesungguhnya sy pernah mendengar lagu Demi Masa karangan grup band Islam Raihan -Malaysia, di salah satu liriknya tersebut:

Ingat 5 perkara, sebelum 5 perkara
Sehat, sebelum sakit
Muda, sebelum tua
Kaya, sebelum miskin
Lapang, sebelum sempit
Hidup, sebelum mati

Lirik ini agak berkesan di hati sy, sebab berkesesuaian dengan hadits ini -cuma agak dibalik sedikit:
اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ ، وَشَبَابَكَ قَبْلَ هَرِمِكَ ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ ” .
Ingatlah 5 perkara sebelum 5 perkara: hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, lapangmu sebelum sempitmu, mudamu sebelum tuamu, dan kayamu sebelum miskinmu.

Baik, sy takhrij hadits ini. Hadits ini ditakhrij oleh Waki’ bin Jarrah dlm kitab “az-Zuhd” (7), Ibnul-Mubarak no.2, dan dari jalur Waki’, Ibnu Abi Syaibah dlm “Mushannaf” (2/2/234), dan Abu Nuaim al-Ashbahani (4/148) men-takhrijnya. Baihaqi dlm “Syu’abul-Iman” (2/3/240), dan al-Khathib al-Baghdadi mengeluarkan hadits ini dlm “Iqtidha’ al-‘Ilmu al-‘Amal” (hal.101, hadits no.170), dan kesemuanya dari Ja’far bin Burqan, dari Ziyad bin al-Jarrah, dari ‘Amru bin Maimun al-Audiy, secara mursal. Kesemua perawinya tsiqah, terkecuali Ja’far bin Burqan, beliau shaduq (jujur) kecuali dia wahm (ragu) pada hadits az-Zuhri. Sehingga, bisa dikatakan sanad hadits ini mursal hasan.

Sungguhpun begitu, hadits ini diperkuat dari jalur Ibnu Abid-Dunya dlm “Qashrul-Amal” (no.111), dan al-Hakim dlm “Mustadrak”-nya (no.7914), keduanya berasal dari jalur Abi Hind, dari Abdullah bin Abbas, dengan redaksi sama. Cuma saja, pada jalur Ibnu Abid-Dunya ditemukan Abdullah bin al-Mubarak. Imam Hakim berkata, “shahih dengan syarat syaikhain, dan tidak dikeluarkan keduanya.” Imam adz-Dzahabi mendiamkan periwayatannya, dan al-‘Iraqi (4/443) berkata, “Isnad hadits ini hasan”.

Ada beberapa atsar yg bisa memperkuat hadits ini, sehingga bisa dikatakan hadits ini shahih li ghairih:
dari Ghinam bin Qais, dia berkata,
كُنَّا نَتَوَاعَظُ فِي أَوَّلِ الإسْلامِ بِأَرْبَعٍ ، كُنَّا نَقُولُ : ” اعْمَلْ فِي شَبَابِكَ لِكِبَرِكَ ، وَاعْمَلْ فِي فَرَاغِكَ لشُغْلِكَ ، وَاعْمَلْ فِي صِحَّتِكَ لِسَقَمِكَ ، وَاعْمَلْ فِي حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ ” .
Pada masa2 awal perkembangan Islam, kami saling menasehati sesama-kami dgn 4 perkara, kami berkata, “Beramallah selagi engkau muda sebelum engkau tua, beramallah di masa luangmu sebelum masa sempitmu, beramallah selagi engkau sehat sebelum engkau sakit, dan beramallah selagi engkau masih hidup, sebelum engkau mati.

Atsar ini ditakhrij oleh Ibnul-Mubarak (no.3), Abdullah bin Ahmad dlm “Zawa’id az-Zuhd” (246), Abu Nuaim dlm “Hilyatul-Auliya'” (6/200), Hannad bin as-Sariyyi dlm “az-Zuhd” (no.489), serta al-Khathib al-Baghdadi dlm “Iqtidha'”-nya, dengan lafazh permulaan, “(Wahai) anak manusia (Ibnu Adam)……… (dst, dst)”. Tengok “Ishabah” (3/193) ‘tuk tahu siapa Ghinam bin Qais. Kesemua sanadnya berasal dari Abi Salil, dari Ghinam bin Qais.

Kedua, dari Abi Nadhr al-Mundzir bin Malik, ditakhrij Abu Nuaim (3/97), dengan redaksi serupa, cuma permulaannya, “Kami saling-menasehati dlm Islam dgn 4 perkara……… (dst, dst)”.

Ketiga, ditemukan dlm “Ziyadah Yahya bin Sha’id dlm az-Zuhd Ibnul-Mubarak” (no.3), ditemukan dari Isra’il, dari Abi Ishaq, dari ‘Amru bin Maimun, dia berkata,
اعْمَلُوا فِي الصِّحَّةِ قَبْلَ الْمَرَضِ، وَفِي الْحَيَاةِ قَبْلَ الْمَوْتِ، وَفِي الشَّبَابِ قَبْلَ الْكِبَرِ، وَفِي الْفَرَاغِ قَبْلَ الشُّغْلِ
Beramallah dlm sehatmu sebelum kau sakit, selagi engkau hidup sebelum engkau mati, di masa mudamu sebelum engkau tua, dan dlm wktu luang sebelum engkau ditimpa kesibukan.

Dlm Ziyadah Nu’aim bin Hammad, atsar ini dikeluarkan pada no.4.

Keempat, bhw dari Muhammad bin Wasi’, dia berkata, bhw Abu ad-Darda’ pernah menulis surat kpd Salman al-Farisi,
أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ أَبِي بَكْرٍ، قَالَ: أَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ الدَّقَّاقُ، ثنا هَيْذَامُ بْنُ قُتَيْبَةَ الْمَرْوَزِيُّ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ كُلَيْبٍ، ثنا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ، ثنا مُطْعِمُ بْنُ الْمِقْدَامِ الصَّنْعَانِيُّ، وَغَيْرُهُ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ وَاسِعٍ الْأَزْدِيِّ، قَالَ: كَتَبَ أَبُو الدَّرْدَاءِ، إِلَى سَلْمَانَ: ” مِنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ إِلَى سَلْمَانَ: يَا أَخِي اغْتَنِمْ صِحَّتَكَ وَفَرَاغَكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَنْزِلَ بِكَ مِنَ الْبَلَاءِ مَا لَا يَسْتَطِيعُ أَحَدٌ مِنَ النَّاسِ رَدَّهُ عَنْكَ ”
Tlh memberi kabar kpd kami al-Hasan bin Abi Bakr, dia berkata, tlh mengabarkan kpd kami ‘Utsman bin Ahmad ad-Daqqaq, tlh menceritakan kpd kami Haidzam bin Qutaibah al-Maruziy, tlh menceritakan kpd kami Muhammad bin Kulaid, tlh menceritakan kpd kami Isma’il bin ‘Ayyasy, tlh menceritakan kpd kami Muth’im bin al-Miqdaam ash-Shan’aniy dan selainnya, dari Muhammad bin Wasi’ al-Azdiy, dia berkata, “Abu ad-Darda’ menulis kpd Salman, ‘Dari Abu ad-Darda’ kpd Salman, ‘Wahai saudaraku, ingatlah masa sehatmu dan masa engkau luang waktu (dan janganlah berleha-leha dlm beramal), sebelum datang kepadamu bala’ (ujian) yang tiada seorangpun dari kalangan manusia dapat mencegahnya (yakni kematian)’.'”

(Atsar riwayat al-Khathib al-Baghdadi dlm “Iqtidha’ al-‘Ilmu al-‘Amal”, halaman 103-104, hadits no.176.)

Atsar ini -bagi diri sy pribadi, memang bagus. Riwayat Isma’il bin ‘Ayyasy dari Muth’im memang shahih, dikarenakan Muth’im adalah ash-Shan’aniy, yakni di Syam. Lagipula, dikatakan riwayat Ibnu ‘Ayyasy dari org Saym memang shahih; lagipula, Muth’im adalah Syami shaduq (org Syam yg jujur). Tapi, sungguhpun begitu, ada ‘illat atau cacat yang tak bisa dihindari dlm sanad hadits ini: terjadi inqitha’, atau keterputusan sanad atsar. Muhammad bin Wasi’ tak pernah bertemu dgn Abu ad-Darda’ ataupun dengan Salman R.huma, beliau masuk ke thabaqah atau tingkatam ke-5 (“Tahdzib at-Tahdzib”, 10/176). Sehingga sanad ini dha’if atau lemah.

Kesimpulan Sanad
Sy mengutip kitab “az-Zuhd” karangan Waki’ bin Jarrah (1/224), seorang muhaddits yg tsiqah, yang sudah ditahqiq Abdurrahman Abdul Jabbar al-Fariwa’i, diterbitkan Maktabah ad-Daar, di Madinah -tahun 1984, bhw dia mengatakan hadits ini shahih li ghairih, yakni shahih dengan bantuan sanad2 lain. Sy punya buku itu dlm bentuk pdf, dan sy sangat berterima kasih kpd pentahqiq -semoga slalu dibawah lindungan Allah SWT. Keputusan beliau sy kira sudah tepat, sebab sanadnya punya sifat kedha’ifan yang ringan, yakni cuma putus sanad dan itupun punya pendukung dari jalur2 lain, baik berupa dari sisi hadits, dan punya atsar yg shahih pula dan menguatkan. Insya Allah, shahih li ghairih, Wallahu A’lamu bish-Shawab.

Selesai di Pontianaksch Residentie, 5 Agustus 2014 M/8 Syawal 1435 H.

Tertanda
Abdoellah Mahdi van de Venter.

Semoga bahasan sy ini -yang sy sarikan sedikit dari kitab2 hadits bisa menambah kefahaman kita dlm akhlak2 baik dlm Islam, dan meningkatkan keimanan kita. Wa billahi taufiq wal hidaayah, wassalamu alaikum wr.wb.

Beberapa Pelajaran Hidup dari Para Khulafa’ur-Rasyidin, dan Beberapa Takhrij Atsar dan Haditsnya (1)

Bismillah, walhamdulillah.
Stlh lama sy tak menulis d blog ini, baru kali inilah, sy masih diberi kesempatan oleh Allah ‘Azza wa Jalla (Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung) ‘tuk menulis sebuah kira2 bbrp nilai pelajaran hidup dari Khulafa’ur-Rasyidin yang empat, sbagaimana yg kita ketahui: Abubakr ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, ‘Utsman bin ‘Affan, dan ‘Ali bin Abi Thalib R.hum.

Baiklah, sy mulai dari yg Abubakr ash-Shiddiq terlebih dahulu:

Abubakr ash-Shiddiq RA
Abubakr Abdullah bin Abu Quhafah, seorang sahabat Nabi SAW, ayah dari Aisyah R.ha, beliau adalah khalifah pertama Islam, yakni: Khulafa’ur-Rasyidin. Dari atsar ini, nampak Abubakr mau menafsirkan ayat ini, yg pertama:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: `Tuhan kami ialah Allah` kemudian mereka ber-istiqamah d dlmny, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): `Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. (Fushshilat: 30)

dan yang kedua:
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ
[yaitu] Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.

حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ قَالَ: نا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ، قَالَ: أنا ابْنُ إِدْرِيسَ، قَالَ: أنا الشَّيْبَانِيُّ، عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي مُوسَى، عَنْ أَبِي الْأَسْوَدِ بْنِ هِلَالٍ الْمُحَارِبِيِّ، قَالَ: ” قَالَ أَبُو بَكْرٍ: {إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا} [فصلت: 30] فَلَمْ يَلْتَفِتُوا [ص: 60] إِلَى إِلَهٍ غَيْرِهِ، وَ: {الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا} [الأنعام: 82] إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ قَالَ: بِشِرْكٍ.
Tlh menceritakan kpd kami Abu Dawud, dia berkata, tlh menceritakan kpd Muhammad bin al-‘Ala’, dia berkata, tlh menceritakan kpd kami Ibnu Idris, dia berkata, tlh memberi berita kpd kami asy-Syaibaniy, dari Abubakr bin Abu Musa, dari Abul-Aswad bin Hilal al-Muharibiy, Abubakr (ash-Shiddiq) berkata, “(Sesungguhnya org2 yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah, kemudian ber-istiqamah d dlmnya…… [dst; QS Fushshilat: 30])” kemudian tdk menyekutukan kpd Tuhan slain Allah, dan “([yaitu] org2 yg beriman yg tdk mencampur-adukkan……. [dst; QS al-An’am:82])” iman mereka dgn kezaliman, ykni dgn: kesyirikan.”

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dlm “Az-Zuhd li Abu Dawud” (I/59); Ibnu Jarir ath-Thabari dlm “Tafsir”nya (7/168, dan 24/73); Hakim dlm “Mustadrak”-nya (2/440); dan Abu Nuaim al-Ashbahani dlm “Hilyatul-Auliya'” (1/30), dan kesemuanya dari jalur Abu Ishaq asy-Syaibani, dari Abubakr bin Abi Musa, dari Abul-Aswad bin Hilal al-Muharibiy, dari Abubakr ash-Shiddiq. Adalah as-Suyuthi menyebutkan atsar ini diriwayatkan pula dlm Ibnu Rahuyah (ykni dlm Musnad-nya), ‘Abd bin Humaid, Hakim, Tirmidzi, dan Ibnu Marduyah (5/339).

Sesungguhnya sy menengok daripada jalur ini, bhw penamaan Abu Ishaq asy-Syaibani ini mcm2, dan Alhamdulillah, atsar ini shahih. Yang menarik bagi diri sy pribadi, Abu Nuaim al-Ashbahani (1/30), mencampur atsar ini dgn matan yg lebih panjang, kurang lebih seperti ini:
قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ لِأَصْحَابِهِ: ” مَا تَقُولُونَ فِي هَاتَيْنِ الْآيَتَيْنِ: {إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُ وا} [فصلت: 30] , وَ {وَالَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ} ” قَالَ: قَالُوا: رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا , فَلَمْ يَدِينُوا , وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ بِخَطِيئَةٍ , قَالَ: ” لَقَدْ حَمَلْتُمُوهَا عَلَى غَيْرِ الْمَحْمَلِ , ثُمَّ قَالَ: قَالُوا: رَبُّنَا اللهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَمْ يَلْتَفِتُوا إِلَى إِلَهٍ غَيْرِهِ , وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِشِرْكٍ ”
Abubakr RA berkata kpd sahabat2nya, “Apa yg kalian katakan terhadap dua ayat ini, (“Sesungguhnya org2 yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah, kemudian ber-istiqamah d dlmnya…… [dst; QS Fushshilat: 30])”, dan “([yaitu] org2 yg beriman yg tdk mencampur-adukkan……. [dst; QS al-An’am:82])”, maka Abubakr berpendapat terhadap ayat itu, “Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka beristiqamah, kemudian tidak mendurhakakan (trhdap aturan Islam), dan tdk mencampur-adukkan iman mereka dgn kezaliman berupa dosa2 mereka, kemudian berkata lagi, “Sungguh mereka membawa iman mereka terhadap sesuatu yg tdk memberatkan (hisab mereka), dan mereka berkata lagi, ‘Tuhan kami adalah Allah, kemudian berisitiqamah d dlmnya, tiada mencampurkan iman mereka dlm Tuhan yg lain, dan tdk mencampurkan iman mereka pada kesyirikan.'”

Paling tdk, atsar Abu Nuaim ini menguatkan sebuah atsar Abu Dawud no.39, yg bisa dikatakan bersanad dha’if sbab d dalamnya Sa’id bin Nimran, dgn redaksi:
عَنِ ابْنِ نِمْرَانَ الْبَجَلِيِّ، قَالَ: قَرَأْتُ عِنْدَ أَبِي بَكْرٍ: {إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا} [فصلت: 30] قَالَ: هُمُ الَّذِينَ لَمْ يُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئًا
Dari Ibnu Nimran al-Bajaliy, dia berkata, “Sy membaca “(Sesungguhnya org2 yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah, kemudian ber-istiqamah d dlmnya…… [dst; QS Fushshilat: 30])” hadapan Abubakr, kemudian beliau berkata, “Mereka org2 yg tdk syirik kpd Allah dgn sesuatu apapun.”

Masalahnya ‘sih sepele aja. Cuma, Sa’id bin Nimran al-Bajaliy majhul, tak diketahui. Ibnul-Mubarak mengeluarkan dlm “Az-Zuhd” (no.110); Ibnu Jarir dlm “Tafsir”-nya (24/73), dan Ad-Daruquthni dlm “Al-‘Ilal” (1/273), moga2 dgn dua atsar d atas, naiklah atsar ini hasan.

Tengok hadits ini:
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ شَبَّه النُّمَيْرِيُّ، ثنا أَبُو أَحْمَدَ، ثنا سُفْيَانُ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْلِهِ:
وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ، قَالَ: بِشِرْكٍ.
Tlh menceritakan kpd kami Umar bin Syabbah an-Namairiy, tlh menceritakan kpd kami Abu Ahmad, tlh menceritakan kpd kami Sufyan, dari al-A’masy, dari ‘Alqamah, dari Abdullah, dari Nabi SAW, beliau bersabda -stlh mengomentari “tdk mencampuri keimanan mereka”: dgn syirik.

(Ibnu Abi Hatim dlm “Tafsir” 4/1333; Surah al-An’am ayat 82, dan semoga atsar no.39 ini naik jadi hasan sanadnya.)

Tapi, beginilah faktanya. Sebagai manusia bertauhid, tak sepantasnya kita mencampur adukkan iman, entah dgn kesyirikan atau dgn kesalahan, juga dgn kezaliman. Lagipula, perilaku Abubakr ash-Shiddiq RA sebagaimana dlm satu atsar, beliau perilakunya seperti org tua, dan beliau memang dituakan dlm Suku Quraisy.

أَخْبَرَنَا أَبُو حَاتِمٍ قَالَ: أَخْبَرَنِي أَصْبَغُ بْنُ الْفَرَجِ، عَنِ ابْنِ وَهْبٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي ابْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ عُمَارَةَ بْنِ غَزِيَّةَ، قَالَ: ” سَأَلْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الْقَاسِمِ عَنِ اسْمِ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ، فَقَالَ: عَتِيقٌ، وَمُعْتِقٌ ”
Tlh mengabarkan kpd kami Abu Hatim, dia berkata, tlh mengabarkan kpd sy Ashbagh bin al-Faraj, dari Ibnu Wahb, dia berkata, tlh menceritakan kpd kami Ibnu Lahi’ah, dari ‘Ammarah bin Ghaziyyah, dia berkata, “Sy bertanya kpd Abdurrahman bin al-Qasim ttg nama Abubakr ash-Shiddiq, dia menjwb, “Dia sungguh (berperilaku seperti org) tua, dan dituakan (dlm Suku Quraisy).”

(Abu Hatim dlm “Az-Zuhd li Abu Hatim” no.103 -versi Shamela.ws; ath-Thabrani dlm “Mu’jam al-Kabir” (1/53); dan Abu Nu’aim dlm “Ma’rifatush-Shahabah” (1/23) dari jalur Ibnu Wahb, shahih, karena Ibnu Wahb mendgr dari Ibnu Lahi’ah sblm ikhtilath, atau ingatannya buruk. Maksud dituakan karena memang Abubakr adalah seorg berketurunan bangsawan d Suku Quraisy, dan beliau juga berkelakuan baik. D masa Jahiliyyah, tak pernah skalipun Abubakr minum arak dlm sebuah riwayat hadits. Oleh sbab itu, dia dikatakan sebagai org yg “(berperilaku seperti org) tua.”

Umar bin Khattab RA
(bersambung)

Selesai di Pontianaksch Residentie -d wktu pagi yg cerah, 18 Ramadahan 1435 H/17 Juli 2014 M.

Abdoellah Mahdi van de Venter.

Di Waktu Subuh

Sewaktu malam masih gelap

Terbangun sang muazin

Ke suraunya

Memukul bedug dan memekik-mekik suaranya

Mendayu-dayu

Untuk Shalat Subuh

Selang-seling suara ayam

 

Wahai mata yang tertidur

Alangkah pulas tidurnya dikau

Matanya dipejam

Hatinya membenci

 

Wahai, mata yang terpejam

Mari bangun

Awali hari

Di waktu subuh ini